Penulis: Giddens Ko
Penerjemah: Stella Angelina dan Fei
Penyunting: NyiBlo
Proofreader: Dini Novita Sari
Cover designer: Dedy Andrianto
Ilustrasi isi: @teguhra
Penerbit: Haru
Cetakan: pertama, Februari 2014
Jumlah hal: 350 halaman
ISBN: 978-602-7742-28-4
Novel ini adalah terjemahan mandarin pertama dari Penerbit
Haru. You Are The Apple of My Eye adalah sebuah novel semibiografi
dari penulisnya yang berkisah tentang kegigihan mencintai dan persahabatan.
Topik utamanya memang tentang cinta, tetapi bumbu-bumbu persahabatan turut
menambah rasa novel ini menjadi lebih menarik untuk diikuti pembaca.
“Cinta
adalah miniatur yang paling menggambarkan kehidupan banyak orang. Ada yang
bilang cinta itu romantis, ada yang bilang cinta itu gila; ada yang selamanya
tidak akan terlupakan, ada yang mengharukan; ada yang sehidup semati, ada yang
berkhianat; ada yang dewasa, ada yang berharap dewasa.” hal. 201
Cerita dalam buku ini di awali pada saat Ke Jingteng dihukum
oleh Guru Lai karena mencorat-coret dinding kelas pada musim panas tahun 1990
saat itu tahun-tahun itu ketika mereka masih menjadi siswa-siswi kelas seni 2A
SMP Jingcheng di Changhua. Jingteng merupakan tipikal siswa yang sebenarnya
cerdas namun dia malas berpikir, dia lebih suka membuat lelucon untuk
teman-temannya. Jingteng yang masih kekanak-kanakkan dipaksa duduk di depan
seorang siswi canti yang masuk dalam daftar salah satu yang paling pintar di
kelas mereka, Shen Jiayi. Pada awalnya mereka hanya berdiam-diam saja, namun
entah bagaimana awalnya Jiayi yang cerewet setiap pagi menceritakan berbagai
hal kecil yang terjadi di rumahnya mulai dari hewan peliharaan hingga kartun
yang ditonton oleh Jiayi. Mulanya Jingteng acuh tak acuh setiap kali
diperingatkan Jiayi untuk belajar namun titik balik Jingteng bermetamorfosis
dimulai ketika Guru Lai menjelaskan bahwa 15 siswa dari kelas mereka dengan
peringkat terbawah akan dipindahkan ke kelas C karena adanya suatu peraturan
baru. Sepertinya saat itu pula Jingteng mulai sadar bahwa dia menyukai Jiayi
seperti yang dikatakannya
"Aku bengong menatap Shen Jiayi. Tiba-tiba, sesuatu yang
sangat rumit mengusik hatiku. Aku yang penuh percaya diriserta selalu tertawa
dan bercanda, seharusnya menolak hal ini. Namun aku tahu, aku tidak bisa
menolak kebaikan hati Shen Jiayi. Disebut bodoh pun aku tak peduli karena aku
tidak bisa menghindari perhatiannya yang tulus." hal 42.
Bukan hanya Ke Jingteng satu-satunya murid yang
menyukai Shen Jiayi namun teman-teman baik Jingteng lebih dulu menyukai Jiayi
seperti A He, Liao Yinghong serta beberapa lainnya. Mereka kecuali Jingteng
berusaha mendekati Jiayi dengan berbagai cara, tidak begitu dengan Jingteng
yang tahu bahwa Jiayi tidak suka dengan tipikal pria-pria yang begitu terobsesi
untuk mengejarnya dia berkata masih ingin berfokus belajar dan sekolah.
Awalnya saya kira orang yang Jingteng sukai selama periode 8
tahun hanya Jiayi seorang namun buku ini menceritakan kebenarannya yaitu ada
seorang lagi bernama Li Xiaohua. Hal yang awalnya tidak diduga Jingteng karena
dia sudah menjadi murid baik Guru Lai memutuskan memindahkan Jingteng ke
belakang Li Xiaohua. Semenjak itu hubungan mereka -Jingteng dan Jiayi- tidak
terlalu dekat. Jiayi lebih dekat dengan A He dan Jingteng dengan Li Xiaohua.
Seperti Xiaohua memang ada perasaan pada Jingteng namun yak begitulah Jingteng
dia tidak berani mengatakan apaun hanya bisa mengambil tangkai-tangkai bunga
liar untuk diletakkan di meja Xiaohua. Ada kalimat yang benar-benar menyentuh
saat Jingteng menceritakan dirinya kketika bersama Xiaohua.
"Pulang bersama, entah kenapa di kehidupan mana pun,
kedua kata ini memiliki arti yang romantis. Bersama mewakili hal yang tidak
bisa dilakukan sendiri, pulang berarti kembali ke kehangatan. Orang yang
pertama kali pulang bersamamu, tidak akan kau lupakan seumur hidup."
Perjalanan Jingteng dengan Xiaohua berhenti seiring lulusnya
mereka dari SMP, mereka lebih memilih jalan masing-masing meskipun pada kenyataannya
Xiaohua yang meminta Jingteng menjauh dari kehidupannya, apalagi setelah
teman-teman perempuan Xiaohua merasa Jingteng membuat mereka jauh dari gadis
itu. Usaha Jingteng untuk mendekati kembali Xiaohua di awal masa SMA mereka pun
sia-sia karena sang gadis tetap pada pendiriannya.
SMA, kedekatan Jingteng dan Jiayi mulai terjalin kembali.
Mereka tidak sekelas faktanya karena Jingteng memilih masuk jurusan IPA dan
Jiayi memilih kelas IPS. Hal tersebut tidak menghalangi jalan mereka untuk
kembali mendekat. Jiayi yang memiliki kebiasaan tinggal di sekolah hingga malam
untuk belajar secara tidak sengaja diketahui oleh Jingteng hingga Jingteg pun
memutuskan untuk ikut belajar di sekolah tapi berada di kelas yang berbeda. Di
SMA pula awal mereka mulai bersaing untuk melihat siapa yang memiliki nilai
lebih tinggi pada mata pelajaran yang sama pada dua jurusan itu. Jingteng sih
sebenarnya bagi dia kalah atau menang sama saja baginya yang penting bisa lebih
sering bertemu dan dekat dengan Jiayi. Selama masa SMA pula berbagai hal
Jingteng lakukan dalam upayanya mendekati Shen Jiayi. Termasuk ikut menjadi
panitia acara-acara yang sebenarnya tidak terlalu menarik bagi dia, Jigteng
yang awalnya tidak pandai menyani dan cuku parah dalam pelajaran seni mulai menulis
lagu dan menciptakan nada. Hingga tercipta suatu lagu yang rencannanya akan dia
pakai untuk mengungkapkan perasaan dia yang sebenarnya pada Jiayi setelah
mereka lulus SMA.Cara yang Jingteng pakai memang terbukti ampuh Jiayi dan dia
lebih dekat namun tetap saja hubungan mereka tidak jelas disebut apa.
Impian Jingteng adalah kuliah di kampus yang sama dengan
Jiayi yang akhirnya puus karena Jiayi tidak diterima di kampus tersebut.
Jingteng yang pantang menyerah terus mendekati Jiayi. Hubungan mereka makin
sulit dideskripsikan. Ketika salah satu teman Jiayi yang jadi informan Jingteng
mengabarkan kampusnya mengadakan festival perayaan ulang tahun kampus dan
meminta Jingteng datang bersama Jiayi tentu saja Jingteng senang bukan
kepalang. Segala hal berjalan baik sampai akhirnya suatu hal penting terjadi.
Jingteng yang saat itu sudah mulai dianggi dengan sebutan Giddens mengadakan
pertandingan adu jotos. Adu jotos lhoo seriusan. Dia mrasa orang-orang di
kampusnya begitu membosankan karena meski hampir semua laki-laki mereka adalah
jenis lelaki kutu buku. Jiayi yang mendengar hal itu langsung dari Jingteng
ketika mereka bertelepon marah besar dan Jingteng tidak mau menerima kenapa
pula Jiayi mesti marah padahal dalam pandangan dia itu hal keren. Kejadian itu
yang membuat Jingteng memutuskan sesuatu yang sangat berat bagi hidupnya yaitu
berhenti mengejar Jiayi. Keputusan yang sangat berat.
Segala kekuatan yang dia miliki telah dia pakai untuk
mengejar Jiayi namun hidup herus tetap berlanjut. Maka Jingteng muai menata
kembali hatinya hingga dia jadian dengan seorang gadis. Hubungan mereka
bertahan hingga 8 tahun (tidak diceritakan jelas di buku ini) sebelum akhirnya
mereka putus.
Titik balik dan kejujuran terungkap sesaat setelah
peristiwa gempa malam itu. Jingteng panik berusaha menghubungi orang-orang
terdekatnya salah satunya Jiayi. Malam itu mereka kembali mengenang tahun-tahun
itu tahun-tahun ketika sebelum kejadian adu jotos itu terjadi. Pada akhirnya
memang semua terungkap mereka memilik perasaan yang sama. Jingteng yang tak
pernah bertanya pada Jiayi apa jawaban dari perasaannya malam itu memberanikan
diri walau ya apapun jawabannya mereka sudah memiliki kehidupan masing-masing.
Menyesakkan memang Jiayi ternyata juga menyukai Jingteng tapi tanpa benang merah
dari dewa jodoh kata Jingteng memperjuangkan cinta itu sulit.
"Tanpa benang merah dari dewa jodoh, memperjuangkan
cinta rasanya sangat sulit dan perlu melalui banyak kejadian. Aku berharap
dengan tulus, "Mungkin di dunia pararel yang lain, kita bisa bersama."
"...Aku sangat iri dengan mereka."ujarnya setuju.”
Akhir cerita seperti yang pernah ada di fimnya memang mereka
tidak bersatu karena garis jodoh mereka tidak namun cerita ini meninggalkan
kesan pada hati Jingteng alias Giddens. Dia yang begitu berharga, cause You Are
The Apple of My Eye.
Alur penceritaan kisah ini maju-mundur. Pada beberapa bab,
didahului oleh kegiatan penulis masa kini yang dicetak miring lalu kembali ke
penceritaan masa lalu penulis. Di awal-awal, alurnya masih rapih. Terhipnotis
untuk terus membaca perjuangan cinta Ke Jingteng. Namun, tiba-tiba terganggu
oleh cerita yang membingungkan. Saya mengharapkan flashback kisah
Ke Jingteng dengan Shen Jiayi yang bergerak teratur semakin mendekati masa
kini. Sesekali kembali ke masa kini diperkenankan, tetapi penceritaan masa
lalunya tetap runut. Namun, ternyata beberapa kali penulis
menuturkan dengan dobelflashback, penulis menceritakan masa lalu,
kemudian menceritakan kisah pada waktu sebelumnya
Dalam novel ini kita akan belajar berbagai bentuk perjuangan
dalam cinta yang dilakukan oleh anak-anak sekolah. Dan saya paling suka dengan
dampak positif cinta yang dirasakan oleh Ke Jingteng. Ia menjadi anak yang
pintar. Kenapa? Karena Shen Jiayi adalah perempuan yang cerdas, dan cerewet.
Ini membuat dia terpacu untuk semakin giat belajar agar bisa tetap nyambung
saat ngobrol dengan Shen Jiayi atau agar dia bisa berbangga karena bisa
menyelesaikan soal yang tidak bisa diselesaikan Shen Jiayi. Di satu bagian
cerita, kita disuguhi kenangan Giddens Ko sebagai Ke Jingteng, dan di sisi lain
kita akan diceritakan penggalan-penggalan proses pembuatan novel ini. Selain
itu ada alur maju saat dimana Ke Jingteng bertemu lagi dengan teman-teman
sekolahnya seperti A He, Liao Yinghong, Xie Mengxue, Xu Bochun, Yang Zeyu, dan
sahabat-sahabat-nya yang lain, dan mereka pada akhirnya akan kembali bercerita
tentang saat-saat di mana mereka menyukai Shen Jiyai.
Selain itu, renungan-renungan Ke Jingteng tentang cinta,
perasaan, moment yang tepat untuk menyatakan cinta, serta hal-hal
lain menarik untuk diselami. Pendapat-pendapat yang ia kemukakan sering kali
juga hingga di kepala saya untuk dipikirkan lebih mendalam.
Quote
“Dalam
percintaan, kita bisa melakukan segala macam cara untuk mengalahkan pesaing
kita. Namun, usaha untuk menjaadi diri sendiri juga sangat penting.” (hal. 186)
“Namun, bukankah kalau ada seratus macam cara untuk
kehilangan cinta, maka berarti ada juga seratus cara untuk mendapatkan cinta?” – Ke Jingteng (hal. 201)
“Saat menyukai seseorang, tidak ada waktu yang bisa dikatakan
paling tepat untuk menunjukkannya. Kapan harus mengungkapkannya sehingga orang
yang kita sukai tahu tentang perasaan kita, juga tidak aa kesempatan yang bisa
dibilang paling tepat untuk melakukannya.” – Ke Jingteng (hal. 207)
“Tak peduli sekarang atau nanti, nilai adalah hal penting
yang menjadi tolak ukur seorang guru terhadap muridnya.” (hal.21)
“...keduanya membuatku menyadari satu hal ini... hanya dengan
ketekunan, seseorang baru bisa menikmati hasil yang indah. Hanya dengan terus
tekun berusaha, seseorang baru bisa melihat dunia yang tidak terbayangkan
sebelumnya.” (hal. 64)
“Di dalam hidup Li Xiaohua, mungkin aku ibarat sebuah pensil
yang digunakan menggambar, digunakan jari untuk mencoret-coret suatu simbol
yang tidak jelas.” (hal. 97)
“Menghindari perasaan, barulah dapat disebut sebagai masalah
yang paling tidak normal. Jika orang tidak dapat merasakan kesengsaraan jiwa
dalam lubuk hatinya, perasaan akan menjadi tidak legkap” (hal. 111)
“Kekuatan fisik manusia sangat besar, begitu besarnya
sehingga tidak akan habis digunakan untuk tindakan-tindakan bodoh di masa
muda.” (hal. 111)
“Setiap perempuan
adalah lentera hidup kami. Mereka menerangi setiap kegilaan kami untuk mengejar
cinta. Membantu kami, beberapa bocah lelaki, setahap demi setahap tumbuh
menjadi lelaki sejati.” (hal. 149)
“Menuliskan kenangan cintaku di buku memiliki beragam tujuan.
Salah satunya, berharap setiap orang yang membacanya bisa mendapatkan
sedikit keberanian untuk mencintai.” (hal. 150)
“Kalau cinta tidak bisa membuat orang berubah menjadi
seseorang yang tidak seperti biasanya,
maka keajaiban cinta yang semacam itu
sungguh terlalu lemah.... bukan cinta yang kita doakan setiap pagi dan malam
yang memenuhi syarta untuk bisa dikatakan cinta.” (hal. 177)
“Di dunia ini, apakah ada hal yang disebut ‘kesempatan paling
baik untuk menyatakan perasaan?’ Saat menyukai seseorang, apakah sangat penting
kapan waktu yang tepat untuk memberitahukannya?” (hal. 265)
“Kalau sang perempuan juga menyukai si laki-laki, apakah
menyatakan perasaan masih begitu penting?” (hal. 266)
“Jadi, cinta sejati menurutku adalah jika seorang perempuan
menyukai si laki-laki, walaupun laki-laki itu menyatakan perasaannya sambil
menguap, si perempuan tetap bersedia pacaran dengannya.” (hal. 267)
“Karena cara menyatakan perasaan hanyalah sebuah bentuk
ungkapan, hal ini seharusnya tidak mengubah keputusannya.” (hal. 267)
0 komentar:
Posting Komentar