Selasa, 07 November 2017

Hukum dan Pranata Pembangunan BAB 3

Konflik Pembangunan PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah

Hasil gambar untuk pt semen indonesia

Pendahuluan

Awalnya PT Semen Indonesia (Persero) berencana membangun pabrik di Sukolilo, Pati Utara, Jawa Tengah pada tahun 2009 lalu. Warga pun merasa pembangunan tersebut akan mengakibatkan kerusakan di lingkungan tempat tinggal mereka. Lalu, warga melakukan demonstrasi dan juga menggugat PT Semen Indonesia untuk menolak penbangunan tersebut. Perjuangan warga Sukolilo itu pun tidak sia-sia, mereka memenangkan gugatan di Mahkamah Agung (MA) dan PT Semen Indonesia batal melakukan pembangunan di daerah tersebut. PT Semen Indonesia pun kembali merencanakan pembangunan di wilayah Pegunungan Kendeng, namun kali ini ia merencanakan untuk membangun pabrik semen di Kecamatan Gunem, Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah. Pembangunan itu pun telah memperoleh izin dari pemerintah daerah setempat dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 545/68/2010 mengenai Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Konflik dimulai ketika terjadi bentrok antara PT Semen Indonesia (Persero) dengan warga Kendeng saat peletakan batu pertama tambang semen. Menurut pengakuan warga, mereka tidak pernah diberikan informasi sebelumnya mengenai pembangunan pabrik semen di wilayah mereka. Bahkan, dokumen AMDAL juga tidak disosialisasikan kepada warga. Maka dari itu, warga tidak mengetahui dampak-dampak negatif yang akan ditimbulkan oleh pembangunan tersebut apabila benar dilakukan. Kemudian warga Kendeng kembali menggugat PT Semen Indonesia (Persero) ke Mahkamah Agung (MA) atas penerbitan izin lingkungan kegiatan penambangan karst dan pembangunan pabrik semen. Mereka menyertakan bukti yang memberatkan Gubernur Jawa Tengah dan PT Semen Indonesia (Persero) dalam gugatan tersebut.
Perjuangan warga Kendeng pun dilanjutkan dengan aksi yang cukup mencengangkan di depan Istana Negara Jakarta. Para petani Kendeng melakukan aksi demonstrasi dengan mengecor kaki mereka di seberang Istana Merdeka pada bulan Maret 2017 lalu. Hal ini kemudian mencuri perhatian seluruh masyarsakat Indonesia, termasuk Presiden Jokowi.
Demonstrasi yang kontroversial ini mengundang simpati dari berbagai kalangan masyarakat yang ditunjukkan dari berbagai media di Indonesia. Melihat hal in, Presiden Jokowi pun membentuk Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) agar kegiatan penambangan di kawasan tersebut tidak menyebabkan kerusakan lingkungan dalam jangka waktu pendek maupun jangka panjang serta merekomendasikan kawasan mana yang boleh ditambang dan tidak boleh ditambang. Jokowi pun memutuskan untuk menghentikan pembangunan pabrik semen di Kendeng hingga KHLS selesai dilaksanakan. KLHS telah diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009.
Unsur Simbolik dalam Teori Komunikasi Lingkungan
Robert Cox dalam bukunya mengatakan komunikasi lingkungan adalah komunikasi yang meliputi tindakan manusia yang didasarkan pada penggunaan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut meliputi kepercayaan, sikap, tingkah laku, dan penggunaan bahasa. Misalnya dalam kasus ini, simbol apa saja yang dapat memicu konflik antara warga Kendeng dengan PT Semen Indonesia. Komunikasi lingkungan dapat menjadi ruang untuk berdialog untuk mengubah kebijakan tertentu berdasarkan konsensus yang telah dicapai bersama, hal ini dapat terjadi di ruang publik (public sphere). Lebih lanjut Cox juga mengungkapkan ada tiga prinsip tentang komunikasi lingkungan, yaitu :
  1. Komunikasi yang dilakukan oleh manusia merupakan komunikasi simbolik. Manusia akan menggunakan simbol-simbol tertentu untuk menyampaikan pesannya sehingga orang lain dapat memaknai pesan tersebut.
  2. Keyakinan, sikap, dan perilaku yang berkaitan dengan alam dan lingkungan yang dimediasi oleh proses komunikasi.
  3. Ruang publik (ruang public) muncul sebagai ruang diskursif dalam konteks komunikasi lingkungan hidup. Individu-individu memiliki kesempatan untuk mempengaruhi diskusi tersebut dengan berargumen, berdebat, atau menanyakan tentang suatu topik yang sedang dibicarakan bersama.
Penilaian Resolusi Konflik
Pemerintah berupaya menyelesaikan konflik  berkepanjangan antara warga Kendeng dengan PT Semen Indonesia (Persero) secara tuntas. Upaya yang kini diupayakan adalah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Seperti yang diungkapkan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dalam m.cnnindonesia.com, beliau mengatakan bahwa Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah solusi yang diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo, sehingga pemerintah pusat tidak dapat mencegahnya.
Menurutnya, hasil KHLS akan menjadi dasar peninjauan terhadap semua yang telah dilakukan. Hasil KLHS tersebut menjadi pegangan bagi seluruh pihak yang berseteru, termasuk bagi pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Dalam KLHS juga akan dicantumkan daerah mana yang boleh dilakukan pertambangan dan mana yang tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pertambangan.
Untuk dapat menilai proses resolusi konflik yang terjadi pada konflik warga Kendeng dengan PT Semen Indonesia , terlebih dahulu kita harus memahami pengertian resolusi konflik dalam teori komunikasi. Menurut Johan Galtung, teori segitiga konflik. Dia mengatakan bahwa konflik dapat dilihat sebagai sebuah segitiga, dengan kontradiksi sikap (A) dan perilaku (B) pada puncak-puncaknya. Melalui segitiga konflik ini, kita bisa melihat bahwa kontradiksi ditentukan oleh pihak--pihak yang bertikai, hubungan mereka, dan benturan kepentingan inheren antara mereka dalam berhubungan. Sikap yang dimaksud termasuk persepsi pihak-pihak bertikai dan kesalahan persepsi antara mereka dan dalam diri mereka sendiri. Jadi, ketika ada perbedaan persepsi atau ketidaksesuaian antara sikap dan perilaku dapat dikatakan terjadi sebuah konflik.
Menurut Johan Galtung ada tiga tahap dalam penyelesaian konflik. Pertama, peacekeeping yaitu proses menghentikan atau mengurangi aksi kekerasan melalui intervensi militer yang menjalankan peran sebagai penjaga perdamaian yang netral. Kedua, peacemaking yaitu proses yang tujuannya mempertemukan atau merekonsiliasi sikap politik dan stategi dari pihak yang bertikai melalui mediasi, negosiasi, arbitrasi terutama pada level elit atau pimpinan. Ketiga, peacebuldingyaitu proses implementasi perubahan atau rekonstruksi social, politik, dan ekonomi demi terciptanya perdamaian yang langgeng. Melalui proses peacebuilding diharapkan negative peace (atau the absence of violence) berubah menjadi positive peace dimana masyarakat merasakan adanya keadilan social, kesejahteraan ekonomi dan keterwakilan politik yang efektif.
Dari teori diatas, dapat saya simpulkan bahwa resolusi konflik yang terjadi pada kasus pertikaian antara warga Kendeng dengan PT Semen Indonesia adalah peacemaking, karena upaya yang digunakan untuk menyelesaikan konflik tersebut berupa mempertemukan atau merekonsiliasi kedua belah pihak yang bertikai dengan dimediasi oleh Tim Kajian LIngkungan Hidup Strategis (Tim KLHS). Bulan April lalu, Warga Kendeng dan PT Semen Indonesia bertemu dalam sebuah kesempatan bersama dengan Tim KLHS bentukan Presiden Joko Widodo untuk mengkaji ulang kegiatan penambangan semen di daerah Rembang tersebut. Melalui mediasi ini diharapkan masyarakat Rembang dan PT Semen Indonesia dapat mencapai sebuah konsensus bersama agar pertikaian segera selesai. Jika KLHS telah selesai disusun semua pihak harus mematuhi aturan yang terterda lama Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) tersebut.
Menurut saya, penyelesaian konflik yang digagas oleh Joko Widodo mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) nantinya akan cukup efektif karena dalam forum tersebut semua pihak diberikan memberikan suara dan opini mereka sehingga diharapkan keputusan-keputusan yang kemudian diambil tidak merugikan pihak manapun (win-win solution). Di samping itu, peristiwa demonstrasi warga Kendeng mengecor kaki mereka di depan Istana Merdeka hingga ada seorang petani yang meninggal akibat kelelahan saat melakukan demonstrasi tersebut membuat mediasi menjadi jalan terbaik yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik ini, karena selain dianggap lebih humanis dan kekeluargaan, dalam menyelesaikan kasus Kendeng ini tidak bijak jika hanya menggunakan jalur hokum. Kita harus menyadari bahwa pada kenyataannya dalam berpolitik kekuasaan (power) yang dimiliki oleh kedua pihak ini pun berbeda.
Kesimpulannya, kurangnya komunikasi yang terjalin antara warga Kendeng dan PT Semen Indonesia menjadi pemicu konflik ini, sehingga penyelesaiannya pun harus diselesaikan dengan proses komunikasi juga yaitu mediasi. Warga Kendeng tidak terima dengan kegiatan penambangan semen di daerah mereka dan kemudia melakukan pemberontakan karena PT Semen Indonesia tidak melakukan sosialisasi mengenai kegiatan tersebut dan dampak yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut kepada masyarakat Kendeng. 
Jika PT Semen Indonesia sebelumnya mengadakan pertemuan dengan warga Kendeng untuk membahas mengenai perencanaan penambangan yang akan mereka lakukan, masyarakat akan mengerti dampak yang akan ditimbulkan dari kegiatan penambangan tersebut sehingga masyarakat bias lebih menghargai keputusan PT Semen Indonesia dan bersama-sama mengawasi kegiatan tersebut dengan tertib dan damai. Namun, konflik sudah terjadi secara berkepanjangan. Jokowi pun mengambil langkah untuk membentuk Tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis untuk mengkaji ulang kegiatan tersebut melalui proses mediasi yang dilaksanakan bulan April 2017 lalu. KLHS diharapkan dapat menjadi win-win solution dan pedoman bagi kedua belah pihak dalam mengambil setiap keputusan.

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com

Copyright © Vanvan | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑