Minggu, 30 Juli 2017

OTONOMI NASIONAL

A. OTONOMI DAERAH

      Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab tetap seperti yang dirumuskan saat ini yaitu memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta, masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.Pemerintahan juga tidak lupa untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan fungsi-fungsi seperti pelayanan, pembangunan dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proposional sehingga saling menjunjung.
Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Komisi Pemilihan Umum Daerah(KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. Agar penyelenggaraan pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawasan. Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih dengan berita acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan.
Dalam UU No.32 Tahun 2004 terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, pelibatan publik(masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan luar biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah(Pilkada) langsung. Dari anatomi tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No.22 Tahun 1999 dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini muncul dam pelaksanaan otomoni daerah. Sekilas UU No.32 Taun 2004 masih menyisakan banyak kelemahan, tetapi harus diakui pula banyak peluang dari UU tersebut untuk menciptakan good govemance(pemerintahan yang baik).
Undang- Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang merupakan salah satu wujud politik dan strategi nasional secara teoritis telah memberikan dua bentuk otonami kepada dua daerah, yaitu otonomi terbatas bagi daerah provinsi dan otonomi luas bagi daerah kabupaten/ kota.
Perbedaan antara Undang- Undang yang lama dan yang baru ialah:
  1. Undang-undang yang lama, titik pandang kewenangannya di mulai dari pusat ( Central government looking)
  2. Undang-undang yang baru, titik pandang kewenangannya di mulai dari daerah ( local government looking).

 B. IMPLEMENTASI DAN KEBERHASILAN POLITIK SRATEGI NASIONAL

  • Implementasi Politik Strategi Nasional 

Implementasi  politik  dan  strategi  nasional  di  bidang hukum:

  1. Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum.
  2. Menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat.
  3. Menegakkan hukum secara konsisten untuk menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran, supremasi hukum serta mengahargai HAM.
  4. Melanjutkan ratifikasi konvensi internasional terutama yang berkaitan dengan HAM sesuai kebutuhan dan kepentingan bangsa.
  5. Meningkatkan integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat.

Penyelenggara Negara

  1. Membersihkan  penyelenggara  negara  dari  praktek korupsi, kolusi,dan nepotisme dengan memberikan sanksi seberat–beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
  2. Meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki  kesejahteraan  dan keprofesionalan .
  3. Melakukan pemeriksaan terhadap kekayaan pejabat dan pejabat pemerintahan sebelum dan sesudah memangku jabatan dengan tetap menjunjung tinggi hak hukum dan hakasasi manusia.
  4. Meningkatkan fungsi dan keprofesionalan birokrasi dalam melayani  masyarakat  dan akuntanbilitasnya  dalam mengelola kekayaan Negara.
  5. Meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil dan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia  untuk menciptakan  aparatur  yang bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme, bertanggung jawab profesional,produktif dan efisien.
  6. Memantapkan netralisasi politik pegawai negeri dengan menghargai hak–hak politiknya.

Komunikasi, informasi, dan media massa

  1. Meningkatkan pemanfaatan peran komunikasi melalu imedia  massa  modern  dan media  tradisional  untuk mempercerdas kehidupan bangsa memperkukuh persatuandan kesatuan,  membentuk  kepribadian  bangsa.
  2. Meningkatkan kualitas komunikasi di berbagai bidang melalui penguasaan dan penerapan teknologi informasi dankomunikasi guna memperkuat daya saing.
  3. Meningkatkan peran pers yang bebas sejalan dengan peningkatan kualitas dan  kesejahteran  insan  pers  agar  profesional, berintegritas, dan menjunjung tinggi supremasi hokum yang terkait.
  4. Membangun jaringan informasi dan komunikasi antar pusat dan daerah serta antar daerah secara timbal balik dalam  rangka  mendukung pembangunan nasional  serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
  5. Memperkuat  kelembagaan,  sumber  daya  manusia,sarana dan prasarana penerapan khususnya di luar negeri .

Agama

  1. Memantapkan  fungsi,  peran  dan  kedudukan agama sebagai  landasan  moral, spiritual,  dan  etika dalam penyelenggaraan negara.
  2. Meningkatkan  kualitas  pendidikan  agama  melalui penyempurnaan sistem pendidikan agama sehingga pendidikan menjadi lebih memadai.
  3. Meningkatkan dan memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama sehingga tercipta suasana yang harmonis dan  saling  menghormati.
  4. Meningkatkan  kemudahan  umat  beragama  dalam menjalankan ibadahnya.
  5. Meningkatkan  peran dan  fungsi  lembaga–lembaga keagamaan dalam ikut mengatasi dampak perubahan yang terjadi dalam semua aspek kehidupan.

Pendidikan

  1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Melakukan pembaharuan system pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum.
  3. Mengembangkan sikap kritis terhadap nilai–nilai budaya dalam rangka memilah–milah nilai budaya yang kondusif dan serasi untuk menghadapi tantangan pembangunan bangsa dimasa depan.
  4. Mengembangkan  kebebasan  berkreasi  dalam berkesenian untuk  mencapai  sasaran sebagai  pemberi inspirasi bagi kepekaan rasa terhadap totalitas kehidupan.
  5. Mengembangkan dunia perfilman Indonesia secara sehat sebagai media massa kreatif yang memuat keberagaman jenis kesenian untuk meningkatkan moralitas agama serta kecerdasan bangsa.

Kedudukan dan Peranan Perempuan

  1. Meningkatkan kedudukan dan peranan perempuan dalam kehidupan berbangsa  dan bernegara.
  2. Meningkatkan kualitas peran dan kemandirian organisasi perempuan dengan tetap mempertahankan nilai persatuan dan  kesatuan .

Pemuda dan Olahraga

  1. Menumbuhkan budaya olahraga guna meningkatkan kualitas manusia Indonesia sehingga  memiliki  tingkat kesehatan dan kebugaran yang cukup.
  2. Meningkatkan  usaha  pembibitan  dan  pembinaan olahraga prestasi harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif .
  3. Mengembangkan iklim yang kondusif bagi generasi muda dalam mengaktualisasikan  segenap  potensi, bakat, dan minat .
  4.  Mengembangkan minat dan semangat kewirausahaan dikalangan generasi yang berdaya saing, unggul dan mandiri.
  5. Melindungi segenap generasi muda dari bahaya distruktif terutama bahaya penyalahgunaan  narkotika,  obat–obat terlarang dan zat adiktif lainnya (narkoba).

Pembangunan Daerah

  1. Mengembangkan  otonomi  daerah  secara  luas, nyata  dan bertanggung  jawab  dalam rangka pemberdayaan masyarakat
  2. Melakukan pengkajian tentang berlakunya otonom idaerah bagi daerah propinsi, daerah kabupaten, daerah kota dan desa
  3. Mempercepat  pembangunan  ekonomi  daerah yang efektif dan kuat dengan memberdayakan pelaku dan  potensi  ekonomi daerah serta memperhatikan penataan ruang, baik fisik maupun sosial.
  4. Mempercepat  pembangunan  pedesaan  dalam rangka pemberdayaan masyarakat terutama petani dan nelayan
  • Keberhasilan Politik Strategi Nasional
      Politik dan strategi nasional Indonesia akan berhasil dengan baik dan memiliki manfaat yang seluas-luasnya bagi peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh rakyat, jikalau para warga negara terutama para penyelenggara negara memiliki moralitas, semangat, serta sikap mental yang mencerminkan kebaikan yang mana nantinya menjadi panutan bagi warganya.
Dengan demikian ketahanan nasional Indonesia akan terwujud dan akan menumbuhkan kesadaran rakyat untuk bela negara, serta kesadaran nasionalisme yang tinggi namun bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan yang adil dan beradab.

C. PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM

Otonomi daerah dianggap oleh pejabat kementrian pemerintah sebagai obat penawar gejolak politik. Kebijakan ini dijanjikan sebagai suatu kutub berlawanan terhadap sistem politik dan struktur keuangan terpusat yang digunakan mantan Presiden Suharto sebagai cara mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam di Indonesia. Sistem itu juga telah menyingkirkan masyarakat dari mata pencaharian mereka. Tetapi kebijakan ini juga telah ditolak sebagai upaya sinis pemerintah pusat membohongi penduduk untuk percaya bahwa pemerintah pusat bersedia berbagi kekuasaan, sementara dalam kenyataan mereka enggan melakukannya. Masih diperlukan waktu beberapa bulan – atau mungkin beberapa tahun – untuk mengetahui kebenaran pandangan ini.
Setelah jatuhnya Suharto, pemerintahan transisional Presiden Habibie mengesahkan sebuah undang-undang baru pada tahun 1999. Undang-undang ini memberikan kekuasaan kepada pemerintahan daerah untuk membuat kebijakan dan keuangan sendiri. Terlihat bahwa tindakan ini merupakan reaksi tergesa-gesa terhadap kontrol terpusat yang korup dan represif selama beberapa dekade. Pemerintah nampaknya harus memenuhi tuntutan demokrasi dan reformasi jika mereka ingin menghindari gejolak sosial yang lebih parah yang mencirikan bulan-bulan terakhir kekuasaan Suharto. Tekanan untuk melakukan reformasi politik datang dari wilayah-wilayah yang kaya dengan sumber daya alam. Mereka sangat marah terhadap cara-cara kekayaan alam mereka dikuras hanya untuk menebalkan dompet clique Suharto. Namun pada saat yang sama, krisis keuangan Indonesia yang berlarut-larut nampaknya menjadi insentif ekonomi yang kuat untuk melakukan desentralisasi. Hal ini akan meringankan beban biaya birokrasi yang besar di negeri ini di mana pemerintahan di Jakarta sudah tidak sanggup membayarnya lagi. Mereka ingin mengalihkan beban itu pada pundak pemerintah daerah.
Sampai saat ini, perdebatan publik tentang bagaimana bentuk masa depan Indonesia sebagai suatu negara-bangsa masih belum dilakukan. Bulan-bulan setelah kejatuhan Suharto ditandai suatu eforia yang diikuti dengan pertikaian politik dan ketidakpastian. Tuntutan yang semakin kuat untuk merdeka di Aceh dan Papua Barat diikuti pula dengan tuntutan sistem federal dari Riau, Maluku, Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur. Namun, daripada membahas masalah federasi ini secara terbuka, pemerintahan Habibie berupaya keras menolak tuntutan itu dan menjanjikan suatu otonomi lokal. Meskipun demikian, apa yang ditawarkan dalam otonomi lokal tidak dibuat dengan jelas: desentralisasi pemerintahan atau pengalihan kekuasaan? Bersamaan dengan beberapa undang-undang baru yang lainnya, undang-undang tentang otonomi daerah diajukan secara diam-diam dalam bulan-bulan terakhir sebelum pemilu bulan Juni 1999 – sebuah pemilu demokratis pertama setelah 30 tahun.
Hasilnya adalah undang-undang otonomi daerah yang sangat lemah. Undang-undang itu melebih-lebihkan persoalan penting tentang tingkat pertanggungjawaban kekuasaan dan daerah dan pusat, khususnya dalam bidang pembuatan kebijakan dan pengelolaan sumber daya alam. Namun yang lebih membingungkan adalah peraturan pelaksana undang-undang tersebut. Hal ini dikarenakan daripada menjelaskan bagaimana undang-undang itu dijalankan dalam praktek, aturan pelaksana itu menggeser titik keseimbangan kekuasaan ke tangan pemerintahan pusat. Berbagai jenis aktor di panggung politik Indonesia mencoba menginterpretasikan penerapan undang-undang nomor 22 dan 25 untuk memenuhi kepentingan mereka. Ringkasnya, ini merupakan suatu gabungan yang amat kompleks dan secara politik mudah meledak.
Bagi Presiden Abdurrahman Wahid, tujuan utama melanjutkan proyek otonomi daerah yang ia warisi dari pemerintahan Habibie adalah untuk mencegah proses disintegrasi di Indonesia. Gus Dur menyalahkan sebagian besar persoalan yang dialami oleh negeri ini terhadap sistem terpusat di masa lalu dan melihat kebutuhan untuk “otonomi penuh” di daerah. Dalam suatu pidato yang diucapkannya pada tahun lalu di depan pertemuan akbar Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan “Apapun yang terjadi, negeri ini tidak boleh terpecah belah. Tidak boleh ada wilayah yang memisahkan diri dari Indonesia dan kita akan tetap bersatu".
Tetapi, upaya-upaya untuk “menyelamatkan” negara kesatuan Indonesia telah ditolak oleh gerakan kemerdekaan di Aceh dan Papua Barat. Pada bulan Juni lalu, para pemimpin Gerakan Aceh Merdeka, GAM, diikuti proklamasi sepihak oleh Republik Maluku Selatan (RMS), mengumumkan akan melakukan kerja sama mereka dalam perjuangan kemerdekaan. “Tujuan bersama kita adalah kemerdekaan. Otonomi adalah tahapan yang sudah usang,” ujar pejabat GAM, Zaini Abdullah. Dengan demikian, otonomi daerah telah ditolak sebagai suatu hal yang tidak relevan lagi.
Masyarakat Adat dan Desa
Bagi kebanyakan daerah lainnya, persoalan otonomi daerah memiliki arti yang sangat penting. Desentralisasi pengawasan, jika hal ini bisa terus berjalan dalam pengertian yang nyata, akan memiliki pengaruh mendalam terhadap kehidupan masyarakat adat dan masyarakat desa. Selain itu, ia juga berpengaruh terhadap cara pengolahan sumber daya alam di Indonesia. Bagi masyarakat lokal, hutan, tanah, air bersih dan sumber daya laut di mana mereka bergantung, otonomi daerah akan berhasil atau gagal tergantung pada apakah ia akan membantu menghentikan gelombang penghancuran yang melanda sebagian besar wilayah Indonesia.
Berbagai organisasi Rakyat Indonesia dan LSM yakin bahwa ujian yang sesungguhnya akan terletak pada kekuatan demokrasi pada tingkat lokal – seberapa cepat dan seberapa jauh masyarakat lokal dapat menjamin bahwa mereka dapat mengambil bagian penuh dalam pembuatan keputusan terhadap pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam.
Secara ideal, keberhasilan akan memberikan pengawasan demokratis terhadap proses pembentukan kebijakan, penegakan hukum yang efektif, pemerintahan daerah yang bersih dan transparan. Proses ini juga akan memberikan peluang penggunaan sumber daya alam berkelanjutan untuk kepentingan seluruh masyarakat sekarang dan di masa yang akan datang.
Di sisi lain, dari segi yang terburuk, kegagalan akan menyebabkan pengalihan kekuasaan kepada pusat-pusat pemerintahan daerah dengan para pemimpinnya yang bertingkah seperti tiran kecil dan hanya mencontoh ulang praktek-praktek perampokan sumber daya alam pada era Suharto untuk keuntungan pribadi secara maksimal di tingkat daerah. Atau – jika pemerintahan pusat tetap bersikeras untuk mempertahankan kontrol mereka-hasilnya mungkin adalah ketidak adilan sosial yang sama dan pelanggaran lingkungan yang seringkali dikaitkan dengan pemusatan kekuasaan di Jakarta sampai sekarang. Hal ini akan mengakibatkan ledakan gejolak sosial dan ketidakstabilan politik yang lebih besar.

D. Pendistribusian hasil dari SDA dengan kaitan UU no. 25 tahun 1999

Dalam Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 (Amandemen) disebutkan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota,yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan UU. Tampak nuansa dan rasa adanya hierarki dalam kalimat tersebut. Pemerintahan Provinsi sebagai wakil pemerintah pusat di daerah di akomodasi dalam bentuk urusan pemerintahan menyangkut pengaturan terhadap regional yang menjadi wilayah tugasnya.
Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar,kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar, sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.
UU No.32 Tahun 2004 mencoba mengembalikan hubungan kerja eksekutif dan legislatif yang setara dan bersifat kemitraan. Sebelum ini kewenangan DPRD sangat besar, baik ketika memilih kepala daerah, maupun Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) tahunan kepala daerah. Kewenangan DPRD itu dalam penerapan di lapangan sulit dikontrol. Sedangkan sekarang, kewenangan DPRD banyak yang dipangkas, misalnya aturan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat, DPRD yang hanya memperoleh laporan keterangan pertanggung jawaban, serta adanya mekanisme evaluasi gubernur terhadap rancangan Perda APBD agar sesuai kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pemerintahan Daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilalukan oleh lembang pemerintahan daerah pemerintahan daerah yaitu Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD). Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan bermakna bahwa antara Pemerintah Daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otomoni daerah sesuai dengan fungsi masing-masing sehingga di antara kedua lembaga itu dibangun suatu hubungan kerja yang sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerahdapat dicalonkan baik oleh partai politik ataupun gabungan partai politik peserta Pemilu yang memperoleh dukungan suara dalam pemilu legislatif dalam jumlah tertentu.
Melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Komisi Pemilihan Umum Daerah(KPUD) provinsi, kabupaten, dan kota diberikan kewenangan sebagai penyelenggara pemilihan kepala daerah. Agar penyelenggaraan pemilihan dapat berlangsung dengan baik, maka DPRD membentuk panitia pengawasan. Kewenangan KPUD provinsi, kabupaten, dan kota dibatasi sampai dengan penetapan calon terpilih dengan berita acara yang selanjutnya KPUD menyerahkan kepada DPRD untuk diproses pengusulannya kepada Pemerintah guna mendapatkan pengesahan.
Dalam UU No.32 Tahun 2004 terlihat adanya semangat untuk melibatkan partisipasi publik. Di satu sisi, kelibatan publik(masyarakat) dalam pemerintahan atau politik lokal mengalami peningkatan luar biasa dengan diaturnya pemilihan kepala daerah(Pilkada) langsung. Dari anatomi tersebut, jelaslah bahwa revisi yang dilakukan terhadap UU No. 22 Tahun 1999 dimaksudkan untuk menyempurnakan kelemahan-kelemahan yang selama ini muncul dam pelaksanaan otonomi daerah. Sekilas UU No. 32 Taun 2004 masih menyisakan banyak kelemahan, tetapi harus diakui pula banyak peluang dari UU tersebut untuk menciptakan good governance (pemerintahan yang baik).

0 komentar:

Posting Komentar

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com

Copyright © Vanvan | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑