Jumat, 02 Desember 2016

Tipologi Bangunan Perkantoran

Revitalasi Gedung Lawang Sewu, Semarang




Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu) dikarenakan bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.

SEJARAH LAWANG SEWU

Lawang Sewu adalah salah satu bangunan bersejarah yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda, pada 27 Februari 1904. Awalnya bangunan tersebut didirikan untuk digunakan sebagai Het Hoofdkantoor van de Nederlansch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) atau Kantor Pusat Perusahan Kereta Api Swasta NIS. Sebelumnya kegiatan administrasi perkantoran NIS dilakukan di Stasiun Samarang NIS. Namun pertumbuhan jaringan perkeretaapian yang cukup pesat, dengan sendirinya membutuhkan penambahan jumlah personel teknis dan bagian administrasi yang tidak sedikit seiring dengan meningkatnya aktivitas perkantoran. Salah satu akibatnya kantor pengelola di Stasiun Samarang NIS menjadi tidak lagi memadai. NIS pun menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai jalan keluar sementara. Namun hal tersebut dirasa tidak efisien. Belum lagi dengan keberadaan lokasi Stasiun Samarang NIS yang terletak di kawasan rawa-rawa hingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Kemudian diputuskan untuk membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal). NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Ouendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Negeri Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangi di Amsterdam tahun 1903.

KONSERVASI BANGUNAN LAWANG SEWU
Konservasi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menghambat atau melindungi bangunan dari pengaruh penyebab kerusakan lebih lanjut sehingga dapat memperpanjang usia bangunan. Bidang konservasi mempunyai tugas yang penting dalam pemugaran bangunan cagar budaya yaitu sejak sebelum pemugaran, pelaksanaan pemugaran dan setelah pemugaran selesai. Di dalam studi  pemugaran gedung Lawang Sewu ini, bidang konservasi melaksanakan pekerjaan observasi kerusakan bahan bangunan, rencana penanganan termasuk bahan konservasi yang digunakan.

KERUSAKAN BAHAN BANGUNAN
Observasi bahan bangunan gedung Lawang Sewu dilakukan secara detail bagian per bagian, ruang per ruang, jenis bahan yang digunakan mulai dari fondasi, lantai, dinding, pintu, jendela, plafon sampai atap bangunan.
Kerusakan berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut :
Kerusakan mekanis
Kerusakan mekanis disebabkan faktor konstruksi dan struktur bangunan itu sendiri maupun faktor dari luar. Kerusakan jenis ini banyak dijumpai pada lantai (tegel keramik banyak yang lepas, retak dan pecah)
Kerusakan fisis
Jenis kerusakan ini disebabkan oleh faktor eksternal seperti angin, hujan dan terik matahari. Hampir seluruh komponen bangunan tembok Lawang Sewu dari lantai 1 sampai 3 mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor ini sehingga tampak aus, rapuh, kusam dan mengelupas. Selain itu komponen bahan bangunan dari kayu seperti pintu, jendela, kayu blandar dan sebagainya juga rentan rusak akibat faktor ini.
Kerusakan khemis
Kerusakan ini terutama disebabkan oleh air hujan yang mengakibatkan oksidasi terutama pada bahan bangunan yang terbuat dari besi atau seng. Lambat laut bahan bangunan tersebut akan hancur apabila tidak segera ditangani secara tepat.
Kerusakan bio khemis
Pengamatan selama studi dijumpai bahwa pada atap bangunan gedung Lawang Sewu banyak dihuni kelelawar. Kotoran kelelawar yang berserakan di lantai atau pada plafon bangunan apabila dalam kondisi lembab akan bereaksi dengan H2O. Sulfat yang terkandung dalam kotoran kelelawar akan berubah menjadi H2So4 yang mengakibatkan mempercepat kerusakan bahan-bahan bangunan yang terbuat dari besi, kayu dan spesi tembok. Kerusakan bio khemis lainnya terdapat pada papan-pan kayu hiasan.


KONDISI BANGUNAN
Pengamatan terhadap kondisi bangunan Gedung Lawang Sewu meliputi bagian fondasi, lantai, pintu, Jendela, dinding tembok, plafon dan atap. Berikut disampaikan hasil pengamatan terhadap masing-masing komponen bangunan tersebut :


Fondasi
Fondasi masih sangat kokoh, tidak dijumpai adanya retakan, pecah, melesak dan geser. Adanya ventilasi yang tersumbat pada bagian fondasi perlu mendapat perhatian.


Lantai
Lantai bangunan gedung Lawang Sewu dilapisi dengan ubin keramik ukuran  15 x 15 cm dengan warna variasi  abu-abu, merah, hitam, hijau dan putih. Lantai seperti ini terdapat pada ruang-ruang (kamar-kamar) bangunan dan selasar sisi luar. Pada ruang utama lantai terbuat dari marmer putih ukuran 55 x 55 cm  dengan dihiasi lis serta marmer berwarna hitam ukuran 20 x 55 cm. Lantai pada bangunan lantai 3 hanya di floor biasa dengan kondisi hampir 100 % rusak.
Lantai ubin secara umum masih baik, namun masih terdapat lantai ubin hilang, rusak, lepas dan rusak akibat vandalisme. Selain itu dijumpai kerusakan mekanis seperti retak dan pecah.


Pintu dan Jendela
Bahan yang digunakan untuk pintu dan jendela adalah kayu jati dengan kualitas baik. Lubang ventilasi kayu di atas pintu hampir semuanya kosong dan kacanya banyak yang pecah. Kerusakan terparah akibat vandalisme adalah daun pintu dan daun jendela banyak yang hilang. Selain itu engsel-engsel dalam kondisi aus.




Dinding Tembok
Dinding terbuat dari susunan batu bata berspesi dan diberi acian. Bahan bata  kondisinya masih cukup baik, namun acian dan cat sebagian besar kusam, lapuk dan mengelupas. Dari hasil pengamatan selama studi, dinding tembok Gedung Lawang Sewu telah mengalami pengecatan berkali-kali dengan warna putih – hitam – kuning krem – putih. Warna asli bangunan dilihat dari strata warna cat terdalam adalah putih.




Plafon
Plafon Lantai 1 merupakan bagian dari lantai 2 yang dibuat variasi lengkung dengan perkuatan balok-balok besi melintang dan membujur. Balok-balok besi sudah berkarat dan acian di bawahnya rusak.
Plafon lantai 2 pada bagian koridor kanan – kiri terbuat dari kayu jati dengan balok-balok perkuatan juga terbuat dari kayu jati. Kondisi secara umum masih cukup baik, namun terdapat beberapa bagian papan kayunya hilang, aus dan lapuk sehingga diperlukan penggantian.
Plafon bangunan lantai 3 semuanya terbuat dari papan kayu jati. Secara umum kondisinya masih cukup baik hanya perlu pembenahan dan perawatan secara menyeluruh.


Atap
Atap bangunan gedung Lawang Sewu menggunakan bahan genting dengan kualitas sangat baik. Bagian atap yang mengalami kerusakan hampir seluruhnya adalah talang air yang terbuat dari seng. Sedangkan talang yang terbuat dari besi kerusakan berupa adanya lubang-lubang kecil akibat korosi dan karat. Pipa pembuangan air dari talang menuju ke bawah yang terbuat dari besi kondisinya masih cukup baik.
Konstruksi penyangga atap terbuat dari besi terutama bagian kuda-kudanya. Perkuatan dengan menggunakan balok-balok kayu jati ukuran 15 x 20 cm dengan panjang bervariasi. Balok-balok perkuatan kuda-kuda 95 % hilang.
Konstruksi atap gedung A tidak menggunakan usuk. Reng yang berukuran 3 x 4 cm melekat pada papan plafon yang langsung ditutup dengan genting.
Bubungan atap menggunakan genting krepus. Kondisi bilah krepus masih baik hanya acian dan spesi genting krepus 100 % pecah dan retak. Sedangkan pada bagian atap menara bangunan ditutup dengan bahan besi yang dibentuk menyerupaim kubah dimana kondisinya sudah pecah dan aus.


Komservasi Lawang Sewu



Tahapan Revitalisasi Gedung Lawang Sewu tahun 2009 – 2011
Berdasarkan trilogi teknik konservasi tentang :
  1. Pemahaman tentang kaidah dan estetika konservasi (nasional maupun internasional) 
  2. Pemahaman tentang factor-faktor intrinsic dan ekstrinsik penyebab kerusakan dan pelapukan bangunan
  3. Perlakukan metode diagnostic dalam melakukan kajian-kajian teknik konservasi 
Maka setelah pekerjaan pendataan kerusakan bangunan A dan C, gedung Lawang Sewu direkomendasikan langlah-langkah lanjutan yang seyogyanya dilaksanakan :
  • Tahap I : Melakukan pendatanaan kerusakan bangunan B dan bangunan pendukung lainnya
  • Tahap II : Melakukan Studi Kelayakan Konservasi. Secara strategis diperlukan sebagai pemandu mencapai sasaran akhir sebuah pekerjaan pelestarian. Menyangkut kajian Sejarah Sosial, Budaya, Hukum, Ekonomi dan Pemasaran, Lingkungan, Fungsi Baru (re-use/adaptive use), Arkeologi – Arsitektur (bahan bangunan, struktur bangunan, proses degradasi bahan) serta Studi Teknik Konservasi. 
  • Tahap III : Stakeholder Forum dan Sosialisasi. Upaya mewadahi pikiran-pikiran cerdas dan kreatif dalam upaya melestarikan bangunan Lawan Sewu agar menjadi sumber daya budaya yang mampu menumbuhkan pengetahuan dan ekonomi masyarakat. 
  • Tahap IV : Melakukan Perencanaan Konservasi (Teknis / Non Teknis), manajemen dan teknis konservasi yang sesuai dengan Studi Kelayakan Konservasi dan Studi Teknis Konservasi serta rumusan stakeholder forum. 
  • Tahap V : Tindakan Teknis Konservasi (Teknis / Non Teknis) sebagaimana yang telah ditentukan. 
  • Tahap VI : Pasca pelestarian. Sosialisasi lanjutan tentang pemanfaatan bangunan 
Gedung Lawang Sewu bagi masyakarat dan petunjuk pengelolaan gedung Lawang Sewu bagi pengelola bangunan. Menyadari bahwa warisan ini pada dasarnya tak terbarukan (non renewable) dan perlahan tapi pasti akan punah, upaya pelestarian menjadikan para pemerhati yang peduli akan nilai dan manfaat warisan budaya berupaya dan berpikir positif bahwa masyarakat membutuhkan pembelajaran dan pembuktian. PT Kereta Api (persero) dalam konteks sisem kebudayaan juga semakin dituntut untuk menjadi pelopor di bidang heritage management, salah satunya adalah melestarikan warisan budaya dilingkungannya sendiri sebagai bentuk upaya memperkokoh jati diri perusahaan sekaligus sebagai bentuk Corporate Social Responsibilitykepada masyarakat.
Hal – hal yang telah dikerjakan :
I. Melakukan inventarisasi benda cagar budaya (bangunan dan non bangunan).
II. Untuk program nangunan ditetapkan pemugaran/perawatan Gedung Lawang Sewu
III. Tahapan yang dilakukan :
  1. Pendataan Kerusakan, bekerjasama dengan Pusat Studi Urban Unit Heritage Universitas Katolik Soegijapranata 
  2. Awal Juni 2009 dilakukan uji praktek pekerjaan pemugaran pada beberapa ruangan dipandu oleh Paul Hunter dari New York University 
  3. Awal Juni 2009 mengajukan ijin perbaikan / perawatan ke Dinas Tata Kota Pemkot Semarang, dengan menyelesaikan beberapa kewajiban ; a. Pembayaran PBB
    b. Rekomendasi dari BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala) Jawa Tengah
  4. Juli 2009 melakukan kerjasama dengan BP3 untuk melakukan studi teknis perbaikan Gedung Lawang Sewu sekaligus untuk memenuhi syarat perijinan. 
  5. Telah dilakukan tahap awal perbaikan hall dan lobby Gedung A (bagian atap dan dinding) sebagai uji bahan & uji teknis pengerjaan 
  6. September 2009, ijin dari BPPT (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu ) Pemerintah Kota Semarang untuk perbaikan dan perawatan Gedung Lawang Sewu. Sehingga setelah ijin keluar, maka dimulailah perbaikan dan perawatan Gedung Lawang Sewu tahap selanjutnya, melalui Proses Lelang. 
  7. Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona A akan bekerjasama dengan Departemen Perdagangan Republik INdonesia 
  8. Pemanfaatan Gedung Lawang Sewu Zona B akan dikomersialkan
  9. Sistem management Gedung Lawang Sewu akan dikelola secara profesional terkait perawatan gedung, keamanan, promosi dan pemasaran oleh Unit Pelaksana Teknis dan seluruh pendapatan komersial merupakan pendapatan Daerah Operasi 4 Semarang
Rencana pengembangan gedung :






I. Gedung A (Zona A) akan dimanfaatkan menjadi Exhibition Center (Lantai 1 & Lantai 2), Perpustakaan (Lantai 1) dan Galeri (Lantai 3).


Lantai 1 & 2 Gedung A akan menjadi Exhibition Center bekerja sama dengan Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Exhibition Center tersebut terdiri dari gerai-gerai eksebisi (yang dapat diisi booth atau stand pameran).


Beberapa Ruangan (2 Ruangan) pada Gedung A akan dimanfaatkan sebagai Perpustakaan Umum diharapkan mampu menjadi sarana edukasi non formal bagi masyarakat sekitarnya.


Lantai 3 pada Gedung A yang akan dimanfaatkan sebagai Galeri yang memamerkan benda-benda milik PT Kereta Api (persero) dan juga koleksi daerah setempat yang memiliki nilai histories


II. Gedung B (Zona B) akan dimanfaatkan menjadi Retail, Ruang sewa untuk perkantoran, Food Hall & Fitness Center.




Lantai 1 Gedung B dimanfaatkan sebagai Retail (ruang yang disewakan untuk gerai).


Lantai 2 pada Gedung B yang akan dimanfaatkan sebagai ruang sewa untuk Perkantoran.


Lantai 3 pada Gedung B yang akan dimanfaatkan sebagai Food Hall & Fitness Center.


III. Gedung C (Zona C) akan dimanfaatkan menjadi Kantor Unit Pelaksana Teknis Lawang Sewu, Pusat Informasi dan Mushola.


IV. Gedung D (Zona D) akan dimamfaatkan menjadi Area Utilitas Bangunan Lawang Sewu meliputi aspek Mekanik,listrik dan Plumbing.


V. Zona F dan G akan dimanfaatkan menjadi Inner Courtyard yang dapat dipergunakan menjadi area multifungsi misalnya untuk garden party,gathering event dan lain sebagainya.


VI. Zona H merupakan lahan kosong yang akan dimanfaatkan sesuai dengan peraturan tata ruang kota agar dapat terintegrasi secara urban khususnya dengan pemamfaatan gedung Lawang Sewu

Sejarah Lawang Sewu
Pada tahun 1873, jalur kereta api pertama di Indonesia rute Semarang – Solo – Yogyakarta termasuk jalur cabang rute Kedungjati – Ambarawa, selesai dibangun. Keseluruhan jalur itu dibangun dan dioperasikan oleh Nederlandsch-Indische Spoorwegmaatschappij (NIS), perusahaan kereta api swasta yang berkedudukan di Den Haag (Belanda) yang mendapat konsesi dari pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun berkikutnya jalur kereta api itu berkembang dengan pesat. Pada tahun 1893, dibangun jalur kereta api rute Yogyakarta – Brosot disusul rute Yogyakarta – Ambarawa melewati Magelang dan Secang. Terakhir dibangun jalur kereta api rute Gundih – Surabaya Pasar Turi sepanjang 245 kilometer.
Pertumbuhan jaringan rel milik NIS yang pesat itu, dengan sendirinya diikuti oleh bertambahnya jumlah karyawan. Salah satu akibatnya kantor pengelola yang semula berada di stasiun Samarang tidak lagi memadai. Sebagai jalan keluar semenara NIS menyewa beberapa bangunan milik perseorangan. Tapi ini jelas tidak efisien. Akhirnya, diputuskan untuk membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatu ke lokasi (yang ketika itu) berada di pinggi kota, di dekat kediaman residen.
Lokasi itu berada di sudut pertemuan Bodjongweg (sekarang Jalan Pemuda) dan jalan raya menuju kota Kendal. Direksi NIS di Den Haag menunjuk P du Rieu untuk merancang sebuah bangunan baru di Semarang. Tapi belum sempat rancangan dibuat, du Rieu meninggal. Direksi NIS kemudian menghubungi Professor Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag, arsitek di Amsterdam (Belanda) untuk membuat rancangan kantor NIS di Semarang. Seluruh proses perancangan dilakukan di Belanda, baru kemudian gambar-gambar hasil rancangan itu dibawa ke Semarang.

Rancangan
Denah bangunan mirip hurul L, membentuk halaman dalam (inner courtyard) di belakang bangunan. Di ujung tenggara halaman itu terdapat bangunan percetakan, ruang mesin dan tempat sepeda. Sesuai dengan filosofi NIS, direksi NIS memberi arahan bahwa bangunan itu di satu sisi harus mengesankan kesederhanaan tapi di sisi lain juga harus dirancang dengan baik. Sebagai catatan, filosofi yang sama juga nanti dipakai dalam perancangan stasiun Semarang Tawang. Pengecualian di kantor NIS adalah pada ruang penerima (entrance hall) di sudut bangunan yang sengaja dirancang megah.
Mengacu pada design arsitektur Indies, gedung ini dikelilingi selasar depan dan belakang (voorgalerij dan archtergalerij) untuk melindungi bangunan dari sinar matahari secara langsung. Ditengah-tengah bangunan membujur pula sebuah selasar lagi. Selain sebagai jalur lalu lintas antar ruang, selasar tengah yang bermuara di ruang penerima dan tangga utama juga berfungsi sebagai saluran udara untuk mendinginkan udara di dalam bangunan. Dalam sistem sirkulasi udara gedung ini, ruang penerima berfungsi sebagai cerobong udara untuk menyalurkan udara panas ke luar. Selain sirkulasi udara, curah hujan tropis yang lebar juga mendapat perhatian dari Jakob F Klinkhamer dan BJ Ouendag.
Atap dibuat sedemikian rupa sehingga agar kedap air, sekaligus untuk membuat ruang atap (solder atau attic) tetap dingain. Menjaga ruang di bawah atap tetap kering dan sejuk menjadi penting karena dokumen arsip disimpan di sini. Solusi yang dibuat adalah dengan membuat atap ganda di atas ruang-ruang kantor, sebagai atap dalam, di bawah permukaan atap luar. Ruang di bawah dua bidang atap tersebut terlihat dari luar sebagai deretan bukaan yang ditutup kisi-kisi, diselingi jendela-jendela untuk menerangi ruang di bawah atap.
Aliran udara di ruang di antara kedua bidang atap diperlancar dengan adanya menara-menara ventilasi di puncak atap. Peletakan kamar mandi dan toilet karena pertimbangan kesehatan dibangun agak jauh di belakang, juga mengikuti kebiasaan di masa itu. Kamar mandi dan toilet dilihat sebagai tempat yang selalu lembab sehingga potensial menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit sehingga harus dijauhkan dari ruang-ruang lainnya.

Proses Pembangunan
Peletakan batu pertama pada 27 Februari 1904 diawali dengan upacara selamatan. Yang pertama kali dibangun adalah rumah penjaga (concierge) dan percetakan, yang digunakan sebagai kantor untuk Direksi NIS selama pembangunan masih berlangsung. Pembangunan gedung utama masih menunggu perbaikan struktur tanah. Jenis tanah di lokasi tersebut setelah ditest ternyata tidak mampu mendukung bangunan sebesar dan seberat itu. Tanah harus diperbaiki dengan menggali sampai 4 meter dan menggantinya dengan lapisan pasir vulkanis. Proses ini tentu saja memakan waktu dan biaya. Pada 1 Juli 1907, kantor NIS ini selesai dibangun. Tanpa upacara peresmian, gedung itu segera dguakan. Selama masa pembangunan, setiap hari dikerahkan sekitar 300 pekerja.

Elemen estetika dan bahan bangunan
Kantor NIS dihiasi berbagai ornament karya seniman dan pengrajin terkenal dari Belanda di masa itu. Di ruang penerima terdapat kaca patri buatan JL Schouten dari studio t’ Prinsenhof di kota Delft. Kaca patri ini sampai sekarang menjadi salah satu daya tarik utama gedung ini. Bidang lengkung di atas balkon dihiasi ornament tembikar karya HA Koopman dan dibuat di pembakaran tembikar Joost Thooft dan Labouchere. Kubah kecil di puncak kedua buah menara air dilapisi tembaga sedangkan puncak menara dihiasi hiasan perunggu karya L Zijl.
Kecuali batu bada dan kayu, semua bahan bangunan yang dipakai untuk gedung ini (di luar pondasi) diimport dari Eropa. Termasuk batu granit yang didatangkan dari tambang batu granit di pegunungan Fichtel, Bavaria, Jerman. Batu granis sebanyak sekitar 350 m3 ini telah dipotong dengan teliti di lokasi penambangan sesuai ukuran dalam gambar, sehingga ketika tiba di Semarang selanjutnya dipasang tanpa perlu ada penyesuaian. Karena sarana transportasi pada masa itu belum secanggih sekarang, sering terjadi kelambatan pengiriman yang pada gilirannya mengganggu jadwal penyelesaian bangunan. Belum lagi kesulitan ketika membongkar di pelabuhan dan membawanya ke lokasi proyek. Terdapat oranamen relief di atas pintu utama. Relief ini menggambarkan rida kereta api bersaya yang sampai masa Djawatan Kereta Api (DKA) merupakan lambang perusahaan kereta api tersebut. Di atas rida bersayap terdapat relief makare seperti yang ada di candi-candi di pulau Jawa. Tidak diketahui siapa seniman pembuatnya.

Sayap baru
Beberapa tahun setelah berdiri, bangunan ini dirasa tidak memadai lagi. Diputuskan untuk memperluasnya dengan membangun saya baru di sisi timur laut. Rancangan bangunan ini berukuran 23 meter X 77 meter sekilas nampak mirip dengan bangunan sebelumnya.

Pendataan Kerusakan Gedung Lawang Sewu
Dari pekerjaan pendataan kerusakan gedung lawang Sewu, khususnya bangunan A dan C, dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. Degradasi pada kedua gedung tersebut dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) hal, yaitu : 
    1. Kerusakan (decay)
Adalah kerusakan yang disebabkan oleh faktor manusia atau faktor mekanik, kedua faktor tersebut banyak terdapat dalam keseluruhan bangunan. Sebagai contoh, karena kesengajaan atau ketidaktahuan manusia maka pengambilan elemen dipindahkan dari tempat aslinya sehingga menyebabkan terganggunya keaslian (otentisitas) bangunan, akibatnya terjadi kerusakan lebih lanjut. Kerusakan yang disebabkan oleh faktor mekanik adalah kerusakan yang menyebabkan bahan penyusun berubah dari kondisi aslinya (bentuk, volume dan lain-lain). Misal, pecahnya bahan penutup lantai atau keramik dinding akibat benturan, pengelupasan plester dinding oleh tangan manusia dan sebagainya.
    1. Pelapukan (deterioration)
Adalah berubahnya bahan penyusun akibat pengaruh alam, sinar matahari, angina, air laut, curah hujan dan kelembaban sehingga menyebabkan kerusakan karena melemahnya (degradasi) bahan penyusun tersebut. Misal, langit-langit pada bangunan membujur pula sebuah selasar lagi.
Selasar di lantai 2 gedung A yang terbuah dari bahan organic (kayu jati) menjadi rapuh karena penutup atap tidak rapat sehingga saat hujan air selalu membasahi kayu tersebut. Terurainya komponen dari bahan organic menyebabkan degradasi bahan penyusun sehingga mempengaruhi keindahan, volume dan berat dari bahan itu sendiri. Dari pendataan tersebut diketahui baha secara garis besar, gedung Lawang Sewu mengalami degradasi bahan penyusun disebabkan karena pelakukan yang disebabkan factor klimatologi/cuaca (dipengaruhi oleh keadaan fisik dari atmosfir pada sauatu waktu di suatu daerah). Keadaan atmosfir ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : Suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara, curah hujan serta arah dan kecepatan angin.
  1. Secara arkeologi, temuan-temuan penyebab kerusakan berdasarkan artefak dan matriks dapat dijadikan bukti kuat bahwa sistem teknologi pada waktu itu menjadi salah satu cirri kebudayaan wal abad 20 di Indonesia.
  2. Berdasarkan referensi dengan cara meletakkan arkeologi sejarah (historical archeology) pada kontels pembangunan gedung Lawang Sewu, dapat diketahui urutan pembangunannya, teknologi yang dipakai, sistem management yang dilakukan yang sanggup menjawab bagaimana bangunan yang telah berusia lebih dari satu abad dapat bertahan dengan amat baik.
  3. Secara arsitektural, dapat dikatakan semua prinsip perancangan masih utuh, missal: belum terjadi perubahan proporsi akibat peninggian tanah. Namun secara detail, sudah cukup banyak kehilangan otentisitas, missal lengkung depan atas bekas symbol bintang saat dipakai untuk keperluan militer, sebelumnya adalah hiasan yang terbuat dari tembikar, pecahnya kata patri di bagian tertentu, hilangnya daun pintu, hilangnya daun jendela, ditutupnya dinding dengan dinding baru, hilangnya beberapa grendel, slot pintu, engsel serta aksesoris lainnya, hilangnya kayu-kayu konstruksi. 
  4. Cukup banyak ditemui kerusakan yang disebabkan oleh manusia, hal ini tentu bias disebut kerusakan terstruktur karena munculnya kerusakan tersebut disebabkan secara struktural: pemilik bangunan, pemerintah kota serta masyarakat yang kurang peduli terhadap bangunan bersejarah tersebut. Hal ini merupakan penyebab kerusakan yang harus segera diatasi. Maka diperlukan management tersendiri untuk mencegah tindakan kerusakan, misal : 
    1. memberikan petunjuk dan peringatan yang disertai dengan upaya pemahaman akan arti penting nilai dan makna dari sebuah gedung Lawang Sewu. 
    2. Meningkatkan kesadaran masyarakat (baik pemilik maupun pengguna) tentang fungsi dan guna bangunan bersejarah. Dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan akselerasi pemahaman kebudayaan secara komprehensif. 
    3. Melalui unit terkait melakukan tindakan penyelamatan baik secara teknis maupun non teknis. 

Dokumentasi








Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com

Copyright © Vanvan | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | BTheme.net      Up ↑