GREEN ARCHITECTURE
PENGERTIAN
Green
Architecture atau Arsitektur Hijau adalah arsitektur yang minim
dalam mengonsumsi sumber daya alam, termasuk energi, air, dan material, serta
minimalkan terjadinya dampak negatif bagi lingkungan.
Tujuan utama
dari bangunan ramah lingkungan ini adalah mengurangi dampak negatif sebuah
bangunan terhadap lingkungan dan kesehatan penghuninya. Yang menjadi ciri dari
sebuah green building di antaranya adalah lebih banyak ruang terbuka untuk
tanaman sehingga perbandingan antara bangunan dan ruang terbuka lebih harmonis.
SIFAT-SIFAT PADA BANGUNAN BERKONSEP GREEN ARSITEKTUR
Green
Architecture (arsitektur hijau) mulai tumbuh sejalan dengan kesadaran dari para
arsitek akan keterbatasan alam dalam menyuplai material yang mulai menipis.
Alasan lain digunakannya arsitektur hijau adalah untuk memaksimalkan potensi
site. Penggunaan material-material yang bisa didaur-ulang juga mendukung
konsep arsitektur hijau, sehingga penggunaan material dapat dihemat.
Green dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly(ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik).
Green dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly(ramah lingkungan), dan high performance building (bangunan dengan performa sangat baik).
1. Sustainable
Yang berarti
bangunan green architecture tetap bertahan dan berfungsi seiring zaman,
konsisten terhadap konsepnya yang menyatu dengan alam tanpa adanya perubahan –
perubuhan yang signifikan tanpa merusak alam sekitar.
2. Earthfriendly
Suatu
bangunan belum bisa dianggap sebagai bangunan berkonsep green architecture
apabila bangunan tersebut tidak bersifat ramah lingkungan. Maksud tidak
bersifat ramah terhadap lingkungan disini tidak hanya dalam perusakkan terhadap
lingkungan. Tetapi juga menyangkut masalah pemakaian energi.Olehkarena itu
bangunan berkonsep green architecture mempunyai sifat ramah terhadap lingkungan
sekitar, energi dan aspek – aspek pendukung lainnya.
3. High Performance Building
Bangunan
berkonsep Green Arsitektur mempunyai satu sifat yang tidak kalah
pentingnya dengan sifat – sifat lainnya. Sifat ini adalah “High
performance building”. Mengapa pada bangunan Green Arsitektur harus
mempunyai sifat ini? Salah satu fungsinya ialah untuk meminimaliskan penggunaan
energi dengan memenfaatkan energi yang berasal dari alam (Energy of nature) dan
dengan dipadukan dengan teknologi tinggi (High technology performance).
PRINSIP-PRINSIP GREEN ARCHITECTURE
beserta
langkah-langkah mendesain green building menurut: Brenda dan Robert Vale,
1991, Green Architecture Design fo Sustainable Future :
1. Conserving
Energy
Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:
- Bangunan dibuat memanjang dan
tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.
- Memanfaatkan energi matahari
yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan
menggunakan alat Photovoltaic yang diletakkan di atas
atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding
timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan
sinar matahari yang maksimal.
- Memasang lampu listrik hanya
pada bagian yang intensitas nya rendah. Selain itu juga menggunakan alat
kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya
memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang
tertentu.
- Menggunakan Sunscreen pada
jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas cahaya dan energi
panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
- Mengecat interior bangunan
dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk
meningkatkan intensitas cahaya.
- Bangunan tidak menggunakan
pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni dan cahaya matahari
yang masuk melalui lubang ventilasi.
- Meminimalkan penggunaan energi
untuk alat pendingin (AC) dan lift.
2. Working
with Climate
Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, dengan cara:
- Orientasi bangunan terhadap
sinar matahari.
- Menggunakan sistem air pump dan
cros ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke
dalam ruangan.
- Menggunakan tumbuhan dan air
sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar
bangunan.
- Menggunakan jendela dan atap
yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk mendapatkan cahaya dan
penghawaan yang sesuai kebutuhan.
3. Respect
for Site
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan keberadaan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara:
- Mempertahankan kondisi tapak
dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak yang ada.
- Luas permukaan dasar bangunan
yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan secara vertikal.
- Menggunakan material lokal dan
material yang tidak merusak lingkungan.
4. Respect
for User
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.
5. Limitting
New Resources
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat digunakan kembali untuk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secara parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.
Beberapa Contoh Bangunan yang menggunakan konsep Green Building
1. Wisma Dharmala Sakti (Intiland Tower)
Didirikan
tahun1986 oleh arsitek Paul Rudolph. Rudolph terinspirasi dari bentu katap-atap
di Indonesia yang memiliki overstek karena merespon iklim tropisnya sehingga
apabila di dalam gedung tidak akan secara langsung diterpa cahaya matahari.
Terdapat pula void yang cukup besar sehingga udara sejuk masih terasa didalamnya
tanpa kehujanan saat merasakannya.
Bahkan di perencanaan
awal, bangunan ini sebenarnya tidak perlu menggunakan pendingin
ruangan. Namun seiring berjalannya waktu dan efek rumah
kaca telah memberi panas yang cukup parah dan tidak menentu, akhirnya bangunan ini
menggunakan pendingin ruangan. Namun pada koridor hal tersebut
masih tidak diperlukan karena udara sejuk masih dapat masuk. Pencahayaan lampu
pada siang hari juga tidak terlalu diperlukan pada koridor karena cahaya matahari
masih dapat masuk tanpa pengguna merasa terik maupun kehujanan. Dari keenam
aspek arsitektur hijau, sudah diterapkan setidaknya lima aspek pada
Intiland Tower ini. Bangunan ini telah berusaha mengoptimalkan energi yang dimiliki
alamnya, merespon iklim,merespon kebutuhan penggunadan keadaan tapaknya, dan
adanya aspek yang saling mendukung.
2. Menara BCA
Beda dengan Wisma
Dharmala Sakti yang memberikan keramahan melalui kesederhanaan, gedung seluas
450.00 meter persegi ini menggunakan teknologi yang canggih untuk tetap ramah.
Fasadnya didominasi kaca mati namun teknologinya ramah lingkungan. Menara BCA
ini merupakan bangunan peraih sertifikasi hijau pertama di Jakarta,
bangunan pencakar langit ini menggunakan double glasses sehingga
hemat energi sampai 35 persen.
Lahan ini juga mampu mengolah
air hujan sampai seratus persen. Namun tidak semaksimal aspek arsitektur hijau yang
diterapkan Wisma Dharmala, bangunan ini tidak benar-benar memaksimalkan
penggunaan energi alam dan iklim tropisnya. Kalau itu benar-benar dimanfaatkan,
maka penggunaan double glasses tidak diperlukan. Namun teknologi ini
bisa menjadi salah satu usaha penghematan energi dan tetap ramah
lingkungan meskipun desain bangunannya modern ataupun futurisitik. Material
yang digunakan pada bangunan ini seluruhnya merupakan material lokal.
3. Grha Wonokoyo, Surabaya
Aspek –
aspek sustainable :
- Sosial
- Hampir mencakup semua kriteria
yang ada, kenyamanan pengguna benar – benar diperhatikan dengan
menciptakan bukaan – bukaan yang tinggi (3,75 m) sehingga hanya 1 m area
lantai kantor yang tidak terkena cahaya matahari. Pencahayaan alami
terbukti meningkatkan tingkat produktivitas kerja. Selain itu, lokasi
bangunan berada di daerah strategis sehingga memudahkan pencapaian ke
gedung ini dengan transportasi publik.
- Ekonomi
- Pemilik grha ini melibatkan
kontraktor dan arsitek lokal dalam pembangunannya, serta sebagian besar
komponen dan material menggunakan produk lokal.
- Efisiensi bangunan ditunjukkan
melalui tingkat hunian yang tinggi yaitu mencapai 85%, dengan jam
operasional 8 jam sehari.
- Efisiensi berinteraksi juga
dipertimbangkan dengan mengalokasikan satu lantai untuk satu divisi.
- Fleksibilitas ruang ditunjukkan
antara lain dengan plafon dengan tinggi lebih dari 3 m, dan tiap
lantainya tidak menggunakan partisi permanen sehingga dapat dibongkar dan
dengan mudah dialihfungsikan untuk kebutuhan yang lain.
- Lingkungan
- Mematikan AC secara otomatis
pada jam istirahat dan pada jam 16.00
- Pemanfaatan potensi cahaya
matahari sebagai penerangan alami pada jam – jam kerja, lampu hanya
dinyalakan saat kondisi cuaca ekstrem, misalnya mendung.
- Dari sisi penghematan air,
dilakukan efisiensi system plumbing yang dipusatkan dalam satu area core
plumbing.
- Dampak yang signifikan dari
penghematan energi ini adalah running cost bias ditekan sampai 40% jika
dibandingkan bangunan – bangunan lain yang berskala hampir sama.
Kesimpulan
dari bangunan ini:
- Nilai akhir SCAT yang dicapai
masuk dalam kategori good, bahkan mendekati sempurna, dengan nilai 4,0.
Rata – rata untuk tiap poin juga baik, yaitu 4,7 untuk sosial, 4,4 untuk
ekonomi, dan 3,0 untuk lingkungan
- Keberlanjutan jelas menjadi
pemikiran yang benar – benar terealisasikan pada bangunan ini.
DAFTAR PUSTAKA