Kasus Konservasi
Arsitektur di Asia
CLARKE
QUAY, SINGAPURA
Kawasan Clarke Quay merupakan satu dari banyak
kawasan di Singapura yang merupakan pilot project untuk pelaksanaan
konsep konservasi dari Pemerintah
Singapura.
Asal-usul kata Clarke Quay sendiri diambil dari nama Gubernur kedua Singapura,
yaitu Sir Andrew Clarke dan Gubernur Straits Settlements yang memerintah dari
tahun 1873-1875. Mereka mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjadikan
Singapura sebagai posisi utama sebagai pelabuhan untuk negara bagian Perak,
Selangor dan Sungai Ujong. Selain itu Clarke Quay juga merupakan nama
dari sebuah jalan di sepanjang dermaga, dimana daerah tersebut telah berubah menjadi
area bagi pejalan kaki atau pedestrian. Nama jalan Clarke Street, yang terletak
di samping Clarke Quay, diresmikan pada tahun 1896. Dahulunya sebelum adanya
program konservasi pada area ini, dua jalan tersebut dikenal sebagai Street
East dan West Street di utara Kampong Malaka. Sama dengan Clarke
Quay, Clarke Street juga dijadikan sebagai area untuk pejalan
kaki, yang berupa restoran dan tempat hiburan malam. Area Clarke Quay terletak
di dekat mulut Singapore river, yang dibatasi oleh Tye Tan Place dan
Canning Road. Letaknya yang berhadapan dengan mulut Singapore River,
Clarke Quay ini disebut-sebut sebagai dermaga tertua di singgapura
karena Singapore River atau Sungai Singapura telah menjadi pusat perdagangan
sejak Singapura modern didirikan pada tahun 1819. Selain Clarke Quay, daerah
konservasi juga mencakup Boat Quay yang merupakan satu kawasan dengan Clarke
Quay. Selama era kolonial, Boat Quay adalah pusat kawasan komersial
dimana tongkang pemantik akan mengangkut barang dari hulu ke gudang-gudang di Clarke
Quay. Pada puncak kemakmurannya, puluhan kapal pesiar berdesak-desakan untuk
berlabuh di sebelah Clarke Quay. Fenomena ini terus berlanjut ke paruh
kedua abad kedua puluh. Sehingga membuat sungai singapura menjadi sangat
tercemar.
Dengan munculnya fenomena tersebut, maka Pemerintah
memutuskan untuk merelokasi tempat bongkar muat ke daerah Pasir Panjang.
Pemerintah kemudian membersihkan Singapore River dan lingkungannya pada
tahun 1977-1987. Rencana
dibuat
untuk merubah daerah tersebut dan mengubahnya menjadi kawasan komersial yang
maju, perumahan dan hiburan malam. Rencana ini menjadi pertimbangan serius
mengingat nilai historis dari Clarke Quay. Bangunan yang ada di sepanjang
daerah Clarke Quay yang semula akan dihancurkan oleh para pengembang,
sengaja dipertahankan oleh Pemerintah yang pro terhadap kegiatan konservasi.
Bangunan-bangunan lama dipertahankan dengan merenovasinya sehingga menghasilkan
bangunan dengan fungsi baru, hal ini dikenal dengan konsep konversi. Sementara
itu beberapa bangunan baru dibangun dengan mempertahankan karakter
bangunan-bangunan lama. Bangunan baru sengaja dibangun dengan mengikuti gaya
dan juga karakter bangunan lama, sehingga karakteristik dasar dari bangunan
lama di sepanjang Clarke Quay tidak tercemar sama sekali. Konsep konversi
bangunan tua pun diterapkan dalam konservasi kawasan Clarke Quay dan Boat
Quay ini. Bangunan tua dikonversikan menjadi bangunan yang melayani
kegiatan turisme di daerah tersebut, yaitu dengan dirubahnya bangunan-bangunan
tua tersebut menjadi fungsi komersil yaitu kafe, bar, pusat hiburan dan
pertokoan. Kemudian berjalan dengan waktu, perkembangan daerah konservasi
Clarke Quay semakin tajam, dengan meningkatnya kunjungan turis di daerah
tersebut, membuat daerah tersebut menjadi lebih hidup, terutama saat malam
hari. Hal ini tentu saja dapat menjadi indicator keberhasilan pemerintah
Singapura dalam penerapan konsep konservasi pada daerah tua yang sebenarnya
sudah terbengkalai dahulunya.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut,
memberikan suatu ide bagi pemerintah Singapura dalam menjadikan daerah Clarke
Quay sebagai proyek percontohan konservasi. Untuk itu pemerintah Singapura
mencanangkan sebuah proyek konservasi terbesar di daerah Singapore River, yaitu
dengan dibentuknya Clarke Quay Festival Village, yang dikembangkan dan
secara resmi dibuka pada 10 Desember 1993. Dalam tahun-tahun berikutnya, Clarke
Quay dikelola dan dikembangkan oleh Kapitaland. Sepuluh tahun
kemudian, karya-karya dimulai untuk merubah Clarke Quay di daerah dalam
rangka untuk memberikan tempat yang lebih baik. Pembangunan juga melihat
perubahan besar pada eksterior dan kawasan tepian sungai. Clarke Quay dikembangkan
menjadi kawasan komersial dan kawasan bisnis. Seluruh pembangunan ini selesai
pada bulan Oktober 2006. Proyek konservasi di Singapore River ini
merupakan salah satu dari penerapan konsep konservasi pada daerah bantaran
sungai yaitu pada tepian Singapore River. Daerah ini menjadi sangat terkenal
sehingga merupakan salah satu daerah yang berperan dalam peningkatan perekonomian
negara Singapura.
KONSEP KONSERVASI
Seorang ahli hukum dari Universitas Kopenhagen, Denmark,
JJA Worsaae pada abad ke-19 yang mengatakan, ”bangsa yang besar adalah bangsa
yang tidak hanya melihat masa kini dan masa mendatang, tetapi mau berpaling ke
masa lampau untuk menyimak perjalanan yang dilaluinya”. Senada dengan ucapan di
atas ungkapan lain muncul yang ditegaskan oleh filosuf Aguste Comte dengan
”Savoir Pour Prevoir”, yang artinya mempelajari masa lalu, melihat masa kini,
untuk menentukan masa depan. Melihat masa lalu yang diungkapkan dengan keberadaan
fisik bangunan kuno tentunya tidak dilihat sosok fisik bangunannya saja, tetapi
nilai sejarah besar apa yang melekat dan membungkusnya sebagai makna kultural.
Karena tampilan pembungkus makna ini dapat diikutkan dalam menentukan dan
memberikan identitas bagi kawasan perkotaan di masa mendatang.
Namun permasalahan yang muncul, adalah seberapa dekatkah
kita dapat
memahami
akan istilah “konservasi”, yang sekarang sedikit telah mengalami perubahan
muncul dengan istilah baru, yaitu “bangunan kuno-bersejarah”. Sebenarnya
istilah konservasi dan preservasi itu sendiri, telah digunakan dengan berbagai
macam pengertian. Preservation (preservasi), adalah sejenis campur
tangan (intervensi) yang mempunyai tujuan untuk melindungi dan juga memperbaiki
bangunan bersejarah, dan pada umumnya, dan kata preservation banyak
digunakan di Amerika (USA). Demikian pula dengan conservation (konservasi),
adalah tindakan untuk memelihara sebanyak mungkin secara utuh dari bangunan
bersejarah yang ada, salah satunya dengan cara perbaikan tradisional, atau dengan
sambungan baja, dan atau dengan bahan-bahan sintetis, dan kata conservation ini
lebih banyak digunakan di UK dan Australia (Larsen, 1994). Dengan keberagaman
pemahaman, akhirnya muncul pendapat lain mengenai preservasi, adalah upaya
preservasi sesuatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa adanya
perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran, sedangkan konservasi, adalah
upaya untuk mengkonservasi bangunan, mengefisienkan penggunaan dan mengatur arah
perkembangan di masa mendatang. Bahkan dalam dalam Piagam Burra pengertian
konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat dan dapat pula mencakup: preservasi, restorasi,
rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi (Marquis-Kyle & Walker, 1996).
Kata Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation
yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save)
yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save
what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama
yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi dalam pengertian
sekarang, sering diterjemahkan sebagai the
wise use of nature resource (pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).
Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi
dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumber daya alam untuk sekarang,
sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumber daya alam
untuk sekarang dan masa yang akan datang.
KONVERSI BANGUNAN TUA
Dalam konsep konservasi dikenal juga dengan istilah
konversi bangunan. Apa
yang
dimaksud dengan konversi bangunan? Konversi bangunan biasanya diterapkan pada
bangunan tua, di mana di dalamnya diaplikasikan adanya suatu perubahan dan alih
fungsi dari bangunan tersebut. Sebagai contoh yang semula bangunan merupakan bangunan
perkantoran, dapat dialih fungsikan menjadi bangunan hiburan kafe atau restoran
misalnya. Perubahan dan alih fungsi bangunan-bangunan tua inilah yang disebut
dengan konversi bangunan tua. Tujuan dari konversi ini adalah untuk menemukan
penggunaan yang lebih layak secara ekonomi untuk bangunan tua bersejarah agar
tidak terbengkalai dan tetap terawat. Hal ini juga berkaitan dengan manajemen
dari bangunan tua sehingga tetap terpelihara menggunakan biaya yang diperoleh
dari dana masuk uang sewa pada setiap bangunan. Pada hakekatnya konversi
dipilih sebagai sebuah usaha konservasi karena melihat bahwa fungsi bangunan
tua yang lama, rasanya sudah tidak tepat lagi bila tetap dipertahankan. Sehingga
dengan berjalannya waktu serta meningkatnya permintaan pasar akan ruang komersil,
maka dimunculkanlah fungsi baru dari bangunan tua yang dikonservasikan.
Walaupun bangunan tua tersebut mengalami beberapa proses
perombakan sebagai implementasi untuk konservasi, namun tetap saja karakter
dari masing masing bangunan bersejarah tetap dipertahankan. Selain itu ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan konversi dan konservasi,
diantaranya adalah masalah yang dikaitkan dengan utilitas bangunan, mengingat
bangunan tua tersebut mempunyai kondisi yang memprihatinkan.
Perubahan fungsi bangunan tua tersebut, tentunya juga harus
memperkuat karakter dari setiap bangunan yang dikonversi. Untuk itu Pemerintah
Kota di berbagai negara di dunia mencoba untuk menggulirkan beberapa alternatif
bagi setiap bangunan tua yang sudah tidak terawat menjadi bangunan dengan
fungsi baru yang mempunyai kualitas lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Beberapa bangunan yang dikonversikan tersebut secara disain terlihat mencolok
perubahannya walaupun pada akhirnya tetap mempertahankan kualitas keaslian dari
arsitektur bersejarahnya.
CLARKE QUAY SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI
Clarke Quay merupakan salah satu kawasan konservasi yang
ada di Singapura yang di jadikan sebagai kawasan komersil dan bisnis. Kawasan
Clarke Quay ini juga disebut-sebut sebagai kawasan pusat turis yang ada di
Singapura.
Peta Singapura (kiri) dan Clarke Quay (kanan)
Perbatasan
area Clarke Quay meliputi:
a.
Sebelah Utara : River Valley Road
b.
Sebelah Timur : Hill Street
c.
Sebelah Barat : Merchant Road
d.
Sebelah Selatan : Clemenceau Avenue
Gambar Rencana Konservasi Clarke Quay pada
tahun 1989
(Sumber: URA)
Pada gambar diatas terlihat jelas Blok-Blok yang rencananya
akan di konservasi pada tahun 1989. Konservasi dilakukan pada Blok A – Blok E.
Rencana konservasi tersebut masih dilaksanakan hingga saat ini dan masih dilakukan
pengembangan guna memfasilitasi atau mewadahi aktifitas dan kebutuhan para pengunjung
maupun turis-turis.
PRINSIP DAN PENDEKATAN
Sejarah arsitektur Singapura adalah kisah dari pengrajin
terampil dan arsitek. Ini merupakan satu investasi dari suatu tempat yang
berkualitas untuk bekerja maupun bermain. Keterampilan yang baru, pengetahuan
dan semua teknologi masa lalu bersatu untuk membawa masa lalu tersebut kembali
di kehidupan yang produktif. Kualitas restorasi bukan lebih dari sekedar
pemeliharan satu bagian muka gedung atau fasade dari suatu bangunan. Restorasi
harus mempertahankan jiwa dan suasana asli dari bangunan bersejarah tersebut.
Hal ini memerlukan suatu apresiasi dan pemahaman arsitektur serta struktur
bangunan tradisonal, manajemen yang baik dan dipraktekan/ dijalankan.
Dalam konsep konservasi
dikenal ada 3 prinsip fundamental yang dikenal
sebagai
prinsip 3R. Prinsip fundamental dari konservasi dapat digunakan untuk semua bangunan
konservasi tanpa tergantung dari skala dan kompleksitas. Prinsip tersebut adalah
adalah maximum Retention (ingatan maksimum), sensitive Restoration
(restorasi sensitive) dan careful Repair (perbaikan
secara seksama. Penggantian selektif pada sebuah kawasan yang akan dikonservasi
harus dipertimbangkan ketika benar-benar diperlukan. Rekonstruksi total harus mendapatkan
persetujuan dari badan konservasi internasional. Bangunan yang dipelihara akan
di restorasi sesuai dengan petunjuk konservasi. Semua unsur-unsur struktural
dan arsitektur asli akan dipertahankan serta di-restorasi. Seandainya beberapa
unsur-unsur harus diperbaiki atau diganti, harus tetap menunjukan fitur
aslinya. Ketika merenovasi dan mengadaptasikan suatu bangunan fasade pada
bangunan tidak akan diubah atau dirobohkan, jika ada jalan/ cara lain dalam
pemeliharaan harus dapat diupayakan dengan cara apapun agar kondisinya tetap
asli, yaitu dengan cara memperkuat struktur yang sudah ada. Dalam perenovasian,
bahan dan material yang digunakan harus sama dengan yang aslinya, agar bangunan
yang direnovasi tetap menunjukan citra aslinya sebagai bangunan yang mempunyai
nilai historis atau sejarah. Sebelum pekerjaan konservasi dimulai, perlu
dilakukan suatu penelitian dan dokumentasi terhadap bangunan yang akan di
konservasi, hal ini dilakukan untuk memastikan pekerjaan restorasi bisa
berjalan dengan baik. Pada setiap kurun waktu tertentu, pekerjaan konservasi,
aspek dan proses teknis berbagai aktivitas-aktivitas yang terjadi pada bangunan
yang sudah dikonservasi harus di data dan di pantau, hal ini dilakukan untuk
mengetahui apakah bangunan yang sudah di konservasi tersebut berfungsi dengan
baik atau tidak dan juga untuk mengetahui kapan dan bagaimana bangunan tersebut
akan di restorasi kembali.
Apabila dilihat dari segi konservasi, Clarke Quay termasuk
kedalam Konservasi Kapital, hal ini dikarenakan konservasi yang
terjadi di Clarke Quay merupakan investasi modal yang dilakukan secara
sadar dalam pembangunan ekonomi, dengan memperhatikan aspek kelestarian
lingkungan. Singapura adalah Negara yang syarat dengan kemajuan teknologi dan
ekonomi. Pada Negara lain kemajuan teknologi serta ekonomi berdampak pada
lingkungan, yaitu dengan meningkatnya polusi dan mengakibatkan degradasi
lingkungan. Dalam hal ini Negara singapura berhasil mengatasinya dengan
meningkatkan efektifitas input dan mengurangi polusi, dampak yang di timbulkan
akibat pertumbuhan ekonomi serta teknologi tersebut ternyata tidak berpengaruh
dan merusak lingkungan, justru menjadikan lingkungan menjadi lebih baik.
Hal ini sangat terlihat dengan
jelas bahwa konservasi yang di anut oleh Negara
Singapura
adalah konservasi Kapital, karena singapura telah berhasil memasukan Kapital
kedalam proses konservasi mereka. Karena Singapura sangat memperhatikan sekali
keadaan lingkungannya, terutama daerah-daerah penghijauan. Setelah adanya
konservasi
lambat laun kawasan Clarke Quay menjadi berubah, bukan hanya dari segi fisik,
tapi juga dari segi finansial maupun perekonomian mereka. Hal ini dikarenakan
kawasan
ini dijadikan sebagai kawasan komersial serta bisnis. Sesuai dengan teori konservasi
bahwa daerah konservasi secara langsung harus di komersilkan terutama untuk
investor-investor, karena konservasi memiliki nilai komersial yang positif yang
dapat dijadikan menjadi objek wisata serta pusat kegiatan yang menghasilkan
devisa dan kemakmuran bagi masyarakat yang tinggal pada kawasan tersebut.
Kawasan ini berkembang dan sekarang menjadi kawasan pusat turis yang ada di
Negara Singapura karena terkenal dengan, fasilitas, keindahan serta
keeksotisannya. Berikut ini adalah perkembangan yang terjadi di Clarke Quay dari
masa sebelum di konservasi sampai sudah di konservasi.
Gambar Clarke Quay dan di daerah sepanjang
Singapore River sebelum dikonservasi.
(Sumber: google.co.id)
Gambar-gambar di atas terlihat jelas bahwa kondisi kawasan Clarke
Quay sebelum di konservasi sangat buruk sekali, kondisi air sungai yang
hitam, adanya sampah-sampah di pinggiran kali, perahu atau tongkang-tongkang
yang tersusun tidak teratur dan banyak sekali hingga Singapore river
menjadi sesak, lalu kondisi-kondisi bangunan yang terlihat tua dan tak
terawat dengan baik, pembatas antara sungai dan daratan hanya berupa
tanah dan batu kali saja.
Bukan hanya kondisi kawasan saja yang buruk, kondisi
perekomonian yang terlihat juga sangat buruk, mereka rata-rata bekerja sebagai
nelayan dan pedagang dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah.
Gambar Clarke Quay dan di daerah sepanjang
Singapore River sesudah dikonservasi.
(Sumber: google.co.id)
Setelah digulirkan dan dilaksanakan konsep konservasi pada
kawasan Clarke Quay, area ini berubah secara drastis, naik itu dari segi
penampilan, perekonomian dan budaya yang ada pada kawasan tersebut. Dari
segi penampilan kawasan Clarke quay menjadi lebih berwarna dan hidup,
karena pada bangunan-bangunan yang di konservasi memiliki warna yang
berbeda-beda, hal ini terlihat lebih menarik dibanding sebelumnya,
walaupun dari segi penampilan berbeda warna, tapi dari segi ornamen, elemen-elemen
dan struktur bangunan masih tetap dipertahankan. Hal inilah yang merupakan
tujuan dari konservasi. Dari segi perekonomian, kawasan yang sebelumnya
adalah kawasan yang tingkat perekonomiannya rendah dapat berubah secara
perlahan menjadi kawasan dengan masyarakat yang perekonomiannya menegah
sampai menengah atas. Hal ini terjadi karena perubahan pola perilaku dan pola
pikir masyarakat Clarke Quay yang dapat memaksimalkan daerah konservasi
menjadi tempat usaha sekaligus tempat tinggal bagi mereka. Dari segi
budaya, kawasan ini menjadi lebih banyak menerima kebudayaan dari
Negara-negara lain, dikarenakan kawasan ini adalah kawasan pusat turis
yang ada di Singapura. Struktur kebudayaannya lebih cepat berkembang di
banding kawasan-kawasan lain di singapura. Badan otoritas perencana
singapura yaitu Urban Redevelopment Authority (URA) sangat berperan
penting dalam konservasi ini, konservasi pada kawasan Clarke Quay dilakukan
URA pada bulan Juli tahun 1989. URA mengkonservasi Clarke Quay dengan
pertimbangan warisan budaya yang merupakan suatu integral dari tata kota, selain
itu juga menambahkan karakter serta identitas yang berbeda dari suatu kota dan memberikan
tempat itu suatu memori dan sejarah.
Sampai saat ini konservasi di Clarke Quay masih
terus berlangsung hal ini dengan menunjuk SMC ALSOP sebagai arsitek serta
pelaksana untuk konservasi Clarke Quay pada tahun 2006. Total area yang
di konservasi adalah 3 hektar, tujuan dari konservasi ini adalah memberikan
area konservasi ini sebagai satu identitas dan reposisi baru yang menarik minat
dan perhatian. Hal ini merupakan tantangan untuk ALSOP, karena harus merancang
ulang dan mengembangkan streetscape dan area di tepi Singapore River dengan
memperhatikan masalah iklim, tumbuhan dan suhu, serta membuat kawasan ini dari
dalam terkesan seperti mall tetapi harus tetap memperhatikan sisi
tradisonalnya.
Gambar site plan konservasi (kiri) dan tahap
awal pembangunan (kanan)
(Sumber: google.co.id)
Streetscape yang di buat adalah
mencakup 4 jalan dan halaman pusat dari Blok yang akan di konservasi, dengan
memberikan tanaman pada tengah-tengah sirkulasi, memasang atap, menyediakan
tempat teduh, ramah lingkungan dan suhu yang nyaman.
Gambar “Angles”/ payung penutup streetscape
(Sumber: google.co.id)
Dikenal dengan sebutan “Angles” atau “malaikat”,
struktur yang digunakan menyerupai payung terdiri dari Etil Tetra Fluro
Ethylene (ETFE), langit-langit cushioned, bingkai baja. Angels ini
memberikan tempat teduh dan perlindungan terhadap hujan dan panas matahari.
Penanaman pohon pada jalan memberikan suasana teduh dan rindang, lalu untuk
menyerap hawa panas matahari di buatkan air mancur yang berada di tengah-tengah
atau plaza dari area ini, selain sebagai penyerap panas air mancur digunakan
untuk citra visual atau keindahan.
Gambar air mancur yang terdapat di plaza
(Sumber: google.co.id)
Pada bingkai baja terdapat kipas angin, gunanya untuk
menstabilkan suhu udara di dalamnya agar nyaman. Pada area luar di dekat bibir Singapore
River, di buat dinding yang dapat memproyeksikan pemandangan tepi sungai
yaitu dengan di buatnya restorant-restorant dan trap-trap tangga yang menghadap
ke sungai. Selain itu juga di buat serangkaian “Lilypad”, yaitu tempat
makan berupa platform yang melindung dari sinar matahari dan hujan.
Dikenal dengan sebutan “Angles” atau “malaikat”,
struktur yang digunakan menyerupai payung terdiri dari Etil Tetra Fluro
Ethylene (ETFE), langit-langit cushioned, bingkai baja. Angels ini
memberikan tempat teduh dan perlindungan terhadap hujan dan panas matahari.
Penanaman pohon pada jalan memberikan suasana teduh dan rindang, lalu untuk
menyerap hawa panas matahari di buatkan air mancur yang berada di tengah-tengah
atau plaza dari area ini, selain sebagai penyerap panas air mancur digunakan
untuk citra visual atau keindahan.
Pada bingkai baja terdapat kipas angin, gunanya untuk
menstabilkan suhu udara di dalamnya agar
nyaman. Pada area luar di dekat bibir Singapore River, di buat dinding
yang dapat memproyeksikan pemandangan tepi sungai yaitu dengan di buatnya
restorant-restorant dan trap-trap tangga yang menghadap ke sungai. Selain itu juga
di buat serangkaian “Lilypad”, yaitu tempat makan berupa platform yang
melindung dari sinar matahari dan hujan.
Angels atau payung-payung yang di
buat tadi ternyata memiliki keistimewaan, yaitu bisa berubah warna sesuai iklim
yang sedang terjadi di Singapura, bisa berubah menjadi warna biru, ungu
kemerah-merahan, kuning, dan merah. Proyek konservasi yang di kerjakan ALSOP
ini selesai pada bulan Juli 2006.
Gambar Lilypad pada tempat-tempat makan
(Sumber: google.co.id)
Gambar kipas angin yang menempel pada struktur
payung
(Sumber: google.co.id)
Proyek pada kawasan konservasi Clarke Quay yang
sudah selesai
(Sumber: google.co.id)
Bangunan pada kawasan konservasi Clarke Quay merupakan
bentuk prinsip dari teknik Urban Design, yang di dalamnya terdapat scale,
urban space dan urban mass. Prinsip scale pada Clarke Quay
yaitu bisa dilihat dari bentuk massa bangunan dan letaknya terhadap
lingkungan sekitar yang mempengaruhi sudut pandang serta dimensi bangunan pada
kawasan-kawasan lain di sekelilingnya. Prinsip urban space yaitu
meliputi bangunan-bangunan yang tersusun dan menghasilkan sirkulasi ruang, batas-batas
serta type-type ruang di dalamnya. Sirkulasi ruang yang tercipta adalah pedestrian
serta jalan-jalan yang berada disekitar bangunan atau di tengah bangunan. batas-batas
ruang yang ada area ini adalah bagian terluar dari blok serta bangunan yang
berhadapan dengan Singapore River maupun menghadap jalan utama. Kawasan
ini termasuk gabungan dari scale dan urban space yaitu urban
mass, Karena urban mass meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek
dalam ruang yang dapat tersusun untuk membentuk urban space dan pola
aktifitas dalam skala besar dan kecil. Urban mass memiliki teknik dan
prinsip yang lebih kompleks, dan jika dalam suatu kawasan memiliki prinsip
serta teknik scale maupun urban space, maka kawasan tersebut bisa
di sebut sebagai urban mass.
Dari semua elemen pembentuk fisik perkotaan tersebut semua
saling mendukung dan melengkapi satu sama lain, jika dalam suatu kawasan
kurang satu elemen maka kawasan tersebut tidak akan berjalan dengan
baik, struktur visual kota yang tercipta menjadi kurang teratur dan
tidak stabil, lalu citra lingkungan yang tercipta menjadi buruk karena
ke semerawutan kawasan yang tidak berfungsi dengan baik dan benar.
https://journal.uny.ac.id/index.php/inersia/article/download/10542/8048